Jakarta memiliki berbagai layanan kesehatan yang sangat penting bagi masyarakatnya. Salah satu program yang fundamental adalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, yang berfungsi melindungi kesehatan seluruh warga negara Indonesia.
Namun, perlu dicatat bahwa tidak semua jenis penyakit serta layanan medis ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Terdapat 21 kategori penyakit dan layanan yang secara resmi dinyatakan tidak mendapatkan perlindungan berdasarkan peraturan yang berlaku.
Berikut adalah daftar 21 penyakit yang tidak tercover oleh BPJS Kesehatan:
- Penyakit yang tergolong wabah atau kejadian luar biasa.
- Perawatan yang berkaitan dengan kecantikan dan estetika, contohnya adalah operasi plastik.
- Perawatan gigi seperti penggunaan behel.
- Penyakit akibat tindak pidana seperti penganiayaan.
- Penyakit yang diakibatkan oleh usaha menyakiti diri sendiri.
- Penyakit yang timbul akibat konsumsi alkohol atau ketergantungan obat terlarang.
- Pengobatan untuk masalah infertilitas.
- Penyakit atau cedera akibat peristiwa yang tidak bisa dijangkau seperti tawuran.
- Pelayanan kesehatan yang diberikan di luar negeri.
- Pengobatan yang digolongkan sebagai percobaan medis.
- Terapi alternatif dan tradisional yang belum terbukti efektif.
- Biaya alat kontrasepsi.
- Perbekalan kesehatan yang tidak penting di rumah tangga.
- Pelayanan yang tidak sesuai dengan ketentuan aturan yang ada.
- Pelayanan kesehatan di fasilitas yang tak bekerja sama dengan BPJS, kecuali dalam keadaan darurat.
- Penanganan untuk penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja.
- Pelayanan kesehatan yang menjadi tanggung jawab program jaminan kecelakaan lalu lintas.
- Pelayanan kesehatan tertentu yang berhubungan dengan Kementerian Pertahanan dan kepolisian.
- Pelayanan dalam konteks bakti sosial.
- Pelayanan kesehatan yang sudah ditanggung dalam program lain.
- Pelayanan lain yang tak berkaitan dengan jaminan kesehatan.
Memahami Iuran BPJS Kesehatan untuk Masyarakat
BPJS Kesehatan menjadi satu dari sekian banyak layanan kesehatan yang wajib dipenuhi oleh masyarakat Indonesia. Melalui skema ini, pemerintah berupaya memberikan perlindungan kesehatan yang merata dan adil kepada seluruh rakyatnya.
Dalam konteks penggunaan layanan BPJS, pastikan bahwa keanggotaan Anda masih aktif. Status kepesertaan yang terputus dapat mengganggu akses terhadap fasilitas kesehatan yang ditawarkan.
Baru-baru ini, pemerintah memperkenalkan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS), yang akan menggantikan sistem kelas yang lama. Namun, selama transisi ini, iuran yang berlaku saat ini masih dipertahankan.
Ketentuan mengenai iuran BPJS Kesehatan diatur dalam Perpres 63 tahun 2022 yang membagi peserta ke dalam beberapa kategori. Pertama, ada kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang dibiayai oleh pemerintah.
Kedua, iuran untuk pekerja yang mendapat penghasilan tetap dari lembaga pemerintah yang ditetapkan sebesar 5% dari gaji bulanan dengan 4% dibayarkan oleh pemberi kerja dan 1% oleh pekerja tersebut.
Detail Iuran BPJS Kesehatan untuk Berbagai Kelompok
Selanjutnya, bagi peserta yang bekerja di BUMN atau sektor swasta, besar iuran juga ditetapkan dengan besaran yang sama yaitu 5% dari gaji bulanan. Pembayaran untuk kategori ini juga terbagi antara pekerja dan pemberi kerja dengan ketentuan yang sama.
Bagi anggota keluarga tambahan pekerja yang terdiri dari anak keempat dan seterusnya, orang tua, dan mertua, besarnya iuran adalah 1% dari gaji per orang per bulan, dibayar oleh peserta utama.
Kategori lainnya termasuk kerabat lain dari peserta dan juga pekerja non penerima upah. Dalam hal ini, iuran untuk peserta bukan pekerja juga memiliki perhitungan tersendiri berdasarkan peruntukan layanan yang diterima.
Pada dasarnya, kontribusi untuk kelas perawatan memiliki 3 level; Kelas III sebesar Rp 42.000 per bulan, Kelas II Rp 100.000, dan Kelas I Rp 150.000, yang merupakan biaya untuk perawatan medis yang sesuai dengan kelas masing-masing.
Aturan Pembayaran dan Denda bagi Peserta BPJS Kesehatan
Dalam ketentuan terbaru, pembayaran iuran untuk BPJS Kesehatan ditentukan paling lambat pada tanggal 10 setiap bulan. Terhitung sejak 1 Juli 2016, tidak ada lagi denda keterlambatan dalam pembayaran.
Apabila peserta mengaktifkan kembali keanggotaannya setelah masa tenggang, denda baru akan dikenakan jika mereka mendapatkan pelayanan kesehatan dalam waktu kurang dari 45 hari. Denda yang dikenakan sebesar 5% dari biaya layanan.
Jumlah bulan yang tertunggak untuk denda bisa sampai 12 bulan dengan maksimal denda mencapai Rp 30.000.000. Bagi peserta jenis PPU, denda ini sepenuhnya ditanggung oleh pemberi kerja.
Dengan sejumlah ketentuan ini, penting bagi setiap peserta untuk memahami dan mematuhi aturan yang ada agar tetap diberikan pelayanan kesehatan yang optimal. Kesadaran akan hak dan kewajiban dalam program ini menjadi faktor kunci dalam menjamin kesehatan yang berkelanjutan.