Penyakit chikungunya kembali menjadi sorotan di Singapura ketika otoritas kesehatan negara itu memperingatkan akan risiko penularan yang meningkat. Lonjakan kasus yang signifikan belakangan ini menunjukkan pentingnya kewaspadaan. Sejak awal tahun ini, tercatat sebanyak 17 kasus chikungunya, lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Dari jumlah tersebut, 13 kasus merupakan impor dari wilayah luar negeri yang sudah terpapar, sementara sisanya adalah kasus lokal yang sporadis. Meskipun jumlah tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan wabah besar di tahun-tahun sebelumnya, langkah pencegahan tetap sangat diperlukan untuk mengendalikan penyebaran virus ini.
Menghadapi situasi ini, Badan Lingkungan Nasional (NEA) berkomitmen untuk meningkatkan pengendalian terhadap vektor penyebar penyakit. Langkah-langkah ini meliputi inspeksi sarang nyamuk di area yang dicurigai dan pemasangan alat pemantau populasi nyamuk di kawasan pemukiman. Kini, sekitar 72.000 Gravitrap telah dipasang untuk memantau aktivitas nyamuk Aedes yang menjadi pembawa virus chikungunya.
Pentingnya Mewaspadai Penyakit Chikungunya di Singapura
Virus chikungunya, yang disebarkan melalui gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi, dapat menimbulkan gejala yang mirip dengan demam berdarah. Gejala yang umum ditemui meliputi demam tinggi, nyeri sendi, serta ruam kulit. Namun, salah satu karakteristik unik dari chikungunya adalah nyeri sendi yang dapat berlangsung dalam waktu lama, bahkan setelah gejala lainnya reda.
Menurut Profesor Ooi Eng Eong dari Duke-NUS Medical School, walaupun chikungunya tidak seberbahaya penyakit dengue, tingkatan kekuatan infeksiannya tetap dapat sangat melemahkan bagi individu yang terpapar. Maka dari itu, masyarakat perlu mengambil langkah-langkah pencegahan yang tepat.
Lonjakan kasus chikungunya di Singapura tampaknya terkait dengan wabah yang tengah berlangsung di berbagai negara di kawasan Samudra Hindia, termasuk Sri Lanka, yang mengalami peningkatan signifikan dalam jumlah kasus infeksi. Tercatat lebih dari 7.000 kasus di China juga menjadi perhatian, dengan pihak berwenang di luar negeri seperti AS mengeluarkan peringatan perjalanan untuk menghindari provinsi-provinsi yang terdampak.
Langkah Pencegahan dan Perlindungan Diri yang Efektif
Saat ini, di Singapura belum tersedia vaksin untuk melindungi dari chikungunya, meskipun vaksin untuk penyakit ini sudah ada di beberapa negara lain. Dalam keadaan seperti ini, mencegah gigitan nyamuk Aedes merupakan cara terbaik untuk menghindari infeksi. Penggunaan losion anti-nyamuk sangat dianjurkan, terutama saat pagi dan sore hari.
Kemudian, mengenakan pakaian yang menutupi kulit serta memastikan tempat tinggal dan tempat kerja bebas dari sarang nyamuk juga menjadi langkah yang penting. Dengan melakukan tindakan pencegahan ini, diharapkan masyarakat bisa lebih terlindungi dari paparan virus chikungunya.
Bagi para pelancong yang akan berkunjung ke kawasan terdampak, penting untuk tetap melindungi diri. Menggunakan repelan, menginap di lokasi yang aman dari serangan nyamuk, dan segera mencari bantuan medis apabila merasa sakit sangat disarankan.
Prosedur Penanganan bagi yang Terinfeksi
Hingga saat ini belum ditemukan obat antivirus yang efektif untuk mempercepat penyembuhan chikungunya. Oleh karena itu, penanganan yang dilakukan adalah meredakan gejala yang muncul, seperti memberikan analgesik untuk mengurangi nyeri sendi. Hal ini perlu dilakukan dengan sangat hati-hati, agar pasien tidak terinfeksi dengue sekaligus, yang dapat meningkatkan kompleksitas perawatan.
Dokter Paul Tambyah, mantan Presiden International Society for Infectious Diseases, mengingatkan agar pasien yang terinfeksi chikungunya perlu memberi tahu dokter tentang riwayat perjalanan mereka. Ini penting untuk mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut melalui nyamuk yang mengigit pasien.
Dengan semua informasi dan langkah pencegahan yang tepat, diharapkan angka kasus chikungunya di Singapura bisa terjaga. Masyarakat diimbau untuk tetap waspada dan mengikuti perkembangan terkini mengenai penyakit ini.