China saat ini mengalami fenomena yang cukup unik dan menarik. Banyak anak muda di negara tersebut kini mendapat bayaran untuk berpura-pura bekerja di kantor-kantor fiktif yang disediakan perusahaan.
Tren ini muncul di beberapa kota besar seperti Shenzhen, Shanghai, dan Chengdu, di mana para peserta dapat menikmati berbagai fasilitas, termasuk makanan dan ruang kerja yang nyaman.
Dengan gaji yang bervariasi antara 30 hingga 50 yuan per jam, anak-anak muda ini tidak hanya mendapatkan penghasilan, tetapi juga menciptakan pengalaman sosial yang biasa mereka idamkan di lingkungan kerja yang sebenarnya.
Tren Unik: Pekerja yang Tidak Bekerja Dalam Artian Sebenarnya
Salah satu contoh yang menonjol adalah perusahaan yang dikenal sebagai Pretend To Work, yang didirikan oleh Feiyu, seorang pria berusia 30 tahun dari Dongguan. Ia berinisiatif mendirikan perusahaan ini setelah mengalami masa sulit akibat pengangguran selama pandemi COVID-19.
Pretend To Work menawarkan “stasiun kerja” bagi mereka yang ingin merasakan atmosfer bekerja tanpa harus benar-benar melakukan pekerjaan. Ini memberikan kesempatan bagi mereka yang kehilangan rasa martabat dan tujuan dalam hidup.
Feiyu menyatakan bahwa apa yang dijual bukan sekadar ruang kerja, tetapi lebih kepada martabat dan kedamaian hati bagi mereka yang merasa tidak berguna. Ini memunculkan pemikiran mendalam tentang bagaimana individu menemukan makna dalam pekerjaan mereka.
Kenyataan di Balik Kantor Pura-pura dan Kehidupan Sehari-hari
Kantor-kantor yang diciptakan untuk tujuan ini dirancang cukup mendukung. Para pekerja bohong-bohongan ini menikmati fasilitas yang sama seperti para pekerja pada umumnya, seperti komputer, ruang rapat, serta snack dan makan siang. Lingkungan yang diciptakan memfasilitasi interaksi sosial yang penting bagi pemuda.
Shui Zhou, seorang mantan pemilik bisnis makanan, juga menjadi bagian dari tren ini dengan menggunakan fasilitas dari Pretend To Work. Ia mengungkapkan bahwa ia merasa lebih bahagia dan disiplin dalam hidupnya setelah bergabung dengan komunitas ini.
Di sisi lain, Xiaowen Tang memanfaatkan waktu di tempat tersebut untuk mendapatkan pengalaman magang dan menulis novel daring, membuktikan bahwa penggunaan waktu bisa beragam meski dalam konteks yang tidak biasa.
Respon Ekonomi dan Identitas Sosial Kaum Muda
Para ahli telah memberikan perspektif yang menarik mengenai fenomena ini, melihatnya sebagai respons terhadap transformasi ekonomi yang berlangsung di China. Dr. Christian Yao dari Universitas Victoria Wellington berargumen bahwa kondisi ketidakpastian dalam pasar kerja menyebabkan munculnya perilaku ini di kalangan anak muda.
Sementara itu, Dr. Biao Xiang dari Institut Antropologi Sosial Max Planck di Jerman memperhatikan bahwa hal ini juga bisa menjadi bentuk penghindaran dari norma-norma masyarakat arus utama. Dengan klasifikasi sebagai “profesional dengan pekerjaan fleksibel”, individu-individu ini mencari cara untuk menyesuaikan identitas mereka dengan perubahan yang terjadi di sekeliling mereka.
Tentunya, ketidakpastian di dunia kerja menciptakan berbagai tantangan yang dihadapi oleh generasi muda dewasa. Tren ini mengungkap bagaimana mereka berupaya menemukan tempat dalam dunia yang semakin kompleks ini.
Implikasi dan Refleksi di Masa Depan
Keberadaan tren berpura-pura bekerja ini membawa implikasi sosial dan ekonomi yang menarik untuk dipertimbangkan. Meskipun saat ini mungkin menawarkan pelarian dari kenyataan pahit dalam mencari pekerjaan, keberlanjutan model ini patut dipertanyakan.
Feiyu sendiri mengaku tidak yakin apakah bisnis berpura-pura bekerja akan tetap berjalan dalam jangka panjang. Ia lebih melihat ini sebagai eksperimen sosial dibandingkan bisnis yang konvensional.
Tren ini menunjukkan bagaimana kaum muda dapat memanfaatkan kreativitas dan komitmen komunitas untuk mengatasi tantangan yang ada, meskipun dalam bentuk yang tidak biasa. Ini memberikan wawasan baru tentang cara berpikir dan bertindak mereka dalam menghadapi tekanan di dunia nyata.