Tahun 1945 menjadi penanda penting bagi banyak negara di kawasan Asia, di mana kemerdekaan mulai diraih setelah lama dijajah. Indonesia dan Korea Selatan, misalnya, sama-sama mengumandangkan proklamasi kemerdekaan pada bulan Agustus, tetapi perjalanan sejarah mereka kemudian sangat berbeda.
Setelah proklamasi di Indonesia pada 17 Agustus, Korea Selatan hanya dua hari lebih awal, tepatnya pada 15 Agustus 1945, meraih kebebasan dari penjajahan Jepang. Namun, kemerdekaan bagi Korea Selatan bukanlah akhir dari perjuangan; justru tantangan baru mulai muncul di depan mereka.
Alih-alih bersatu, semenanjung Korea terpecah menjadi dua negara berbeda, di mana Korea Utara berada di bawah pengaruh Uni Soviet, sedangkan Korea Selatan berada di bawah pengaruh Amerika Serikat. Perpecahan ini menjadi awal dari ketegangan yang terus berlangsung bertahun-tahun hingga hari ini, di mana kedua negara masih terikat dalam status perang tanpa kesepakatan damai yang jelas.
Di tengah situasi yang sulit dan ketidakstabilan politik pascaperang, Korea Selatan berhasil menunjukkan kemajuan yang mengejutkan. Berfokus pada aspek pendidikan, teknologi, dan industrialisasi, negara ini kini dikenal sebagai salah satu negara maju di Asia.
Menarik untuk mempertanyakan, meski merdeka di tahun yang sama, mengapa nasib Korea Selatan begitu berbeda dari Indonesia. Apakah ada faktor-faktor tertentu yang menyebabkan keadaan ini ataukah memang perjalanan sejarah kedua negara sangat bertolak belakang?
Pertumbuhan Ekonomi Korea Selatan Pasca-Perang: Landasan untuk Masyarakat Modern
Ketika berjalan ke tahun 1953, Korea Selatan adalah negara yang terbilang miskin dengan banyak penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan. Pendapatan per kapita mereka saat itu tidak lebih dari US$63, sangat jauh dibandingkan dengan angka yang kita kenal sekarang.
Di saat bersamaan, Indonesia juga mengalami masa pemulihan, tetapi dalam keadaan yang lebih menguntungkan. Sejak 1950 hingga 1953, Indonesia merasakan manfaat dari tingginya ekspor karet ke Korea sebagai imbas dari Perang Korea yang berlangsung lebih luas.
Menurut studi yang dilakukan oleh seorang ahli, kondisi Korea Selatan saat itu sebenarnya kalah jauh dari Korea Utara. Negara yang dipimpin oleh Kim Il Sung saat itu memiliki infrastruktur dan ekonomi yang lebih baik, menciptakan tantangan baru bagi Korea Selatan dalam upayanya untuk maju.
Ketidakstabilan Politik dan Kebangkitan Ekonomi Korea Selatan
Pasca-perang, Korea Selatan dihadapkan pada ketidakstabilan politik yang berkepanjangan. Banyaknya perubahan pemerintah menambah kesulitan untuk merencanakan langkah pembangunan yang efektif, membuat rakyat semakin sulit mendapatkan kehidupan yang layak.
Korupsi yang merajalela di setiap rezim pemerintah juga semakin memperburuk kondisi masyarakat. Dalam situasi semacam ini, harapan untuk membangun kembali negara menjadi semakin tipis, dan tantangan ekonomi terus bertambah rumit.
Empat Strategi Kebijakan Pembangunan yang Mendorong Kemajuan Korea Selatan
Pemerintah Korea Selatan menerapkan beberapa kebijakan strategis untuk mengubah keadaan. Pertama, reformasi tanah (land reform) menjadi satu langkah penting di mana kepemilikan lahan pertanian yang sebelumnya dikuasai elit dialihkan untuk mempercepat industrialisasi.
Kedua, keberhasilan pemerintah dalam melobi dana luar negeri, terutama dari lembaga-lembaga internasional, memberikan suntikan dana yang diperlukan untuk membangun infrastruktur utama. Proyek-proyek ini mencakup pembangunan rel kereta, jalan raya, dan sekolah yang mendukung pertumbuhan ekonomi.
Ketiga, pemerintah mensponsori industrialisasi dengan orientasi ekspor yang bertujuan untuk menambah devisa negara. Dengan memberikan subsidi dan insentif pajak, Korea Selatan mampu mendorong perusahaan-perusahan lokal untuk merambah pasar internasional, meningkatkan daya saing mereka.
Pendidikan sebagai Katalisator untuk Transformasi Sosial dan Ekonomi
Salah satu hal yang paling signifikan dalam kebijakan Korea Selatan adalah transformasi pendidikan. Pemerintah memperluas akses pendidikan dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, menjadikan sistem pendidikan di Korea Selatan salah satu yang terbaik di antara negara berkembang lainnya.
Partisipasi sekolah yang tinggi pada awal 1960-an membawa dampak besar. Masyarakat yang melek huruf dan terdidik menjadi aset berharga bagi perkembangan ekonomi yang lebih kompleks.
Dari rangkaian kebijakan inilah, terciptalah apa yang disebut dengan “Keajaiban Korea Selatan”, di mana negara ini berhasil berubah dari kondisi yang sangat terpuruk menjadi salah satu ekonomi terkuat di Asia. Hal ini menciptakanfundamental yang kuat untuk masyarakat modern Korea Selatan.
Sementara itu, Indonesia juga berusaha untuk maju, terutama berkat keberhasilan ekspor minyak di tahun 1970-an. Namun, ketidakmampuan dalam pengelolaan anggaran yang baik sering kali menyebabkan dana mengalir tidak jelas, berbeda sekali dengan strategi yang diterapkan oleh Korea Selatan yang lebih sistematis.
Hasilnya, meskipun kedua negara merdeka pada tahun 1945, perjalanan sejarah mereka sangat kontras. Korea Selatan menempuh jalur yang lebih jelas menuju kemajuan, sementara Indonesia mengalami berbagai tantangan yang menghambat perkembangannya.
Pengalaman ini memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya perencanaan strategis dan pengelolaan sumber daya yang efektif. Dari kisah Korea Selatan dan Indonesia, kita dapat menggali nilai-nilai sejarah yang masih relevan dan menjadi panduan untuk masa depan.