Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah mengeluarkan prediksi bahwa musim hujan untuk periode 2025/2026 akan tiba lebih awal dibandingkan dengan waktu normal di sejumlah wilayah di Indonesia. Menurut Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, musim hujan diperkirakan akan dimulai pada Agustus 2025 dan akan bertahan hingga April 2026, lebih cepat dari rata-rata kondisi klimatologis sebelumnya.
Puncak musim hujan tahun ini diprediksi akan berlangsung dari November hingga Desember 2025 di kawasan Sumatera dan Kalimantan, sementara di pulau-pulau lain seperti Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua puncaknya adalah pada Januari dan Februari 2026. Pandangan ini menimbulkan kekhawatiran akan risiko bencana hidrometeorologi yang dapat terjadi di daerah-daerah tersebut.
Perubahan Pola Musim Hujan di Indonesia yang Perlu Dicermati
Data menunjukkan bahwa dari 699 Zona Musim (ZOM) di Indonesia, sebanyak 294 ZOM atau 42,1 persen akan menghadapi musim hujan lebih awal. Paparan yang lebih jelas angkanya adalah 149 ZOM (21,3 persen) diperkirakan dapat memulai hujan pada bulan Oktober, serta 105 ZOM (15 persen) lainnyanya akan mengalami hujan pada bulan November.
Walau sebagian besar daerah diperkirakan mengalami kondisi normal, ada juga 193 ZOM yang memiliki potensi untuk mengalami curah hujan di atas rata-rata. Area-area tersebut termasuk sebagian dari Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Seluruh Sulawesi, Maluku, hingga Papua.
Risiko bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, dan angin kencang perlu diwaspadai. Dwikorita menekankan bahwa daerah-daerah ini harus bersiap dan waspada terhadap potensi bencana yang mungkin terjadi akibat kondisi tersebut.
Kepentingan Antisipasi Terhadap Risiko Bencana Hidrometeorologi
BMKG memberikan imbauan kepada kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah untuk melakukan tindakan antisipatif demi mengurangi dampak bencana. Langkah-langkah yang diusulkan mencakup penyesuaian kalender tanam, pengelolaan waduk dan irigasi, serta pembersihan saluran drainase yang penting dalam mencegah genangan air.
Deputi Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan menjelaskan pengaruh dari beberapa faktor global yang berkontribusi terhadap musim hujan kali ini. Salah satu faktor kunci adalah kondisi El Niño-Southern Oscillation (ENSO) yang saat ini berada dalam keadaan netral.
Sebaliknya, kondisi Indian Ocean Dipole (IOD) negatif berperan penting dalam menambah pasokan uap air dari Samudra Hindia ke bagian barat Indonesia, yang pada gilirannya dapat memicu curah hujan yang lebih deras.
Puncak Musim Hujan dan Pentingnya Persiapan Masyarakat
Dari analisis BMKG, puncak musim hujan akan bervariasi tergantung pada wilayah, dengan waktu yang diprediksi berlangsung dari bulan November hingga Februari 2026. Di saat puncak musim ini, terdapat kekhawatiran yang meningkat mengenai bencana hidrometeorologi yang dapat terjadi di berbagai lokasi.
Saat ini, Indonesia sedang berada dalam fase peralihan dari musim kemarau menuju musim hujan, situasi yang sering dicirikan dengan kejadian-kejadian ekstrem. Misalnya, banjir bandang yang baru-baru ini melanda Bali menunjukkan dampak serius dari peralihan ini.
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk tetap waspada dan memahami kondisi cuaca yang dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari, sekaligus berpartisipasi dalam langkah-langkah mitigasi bencana.