Presiden Prabowo Subianto mengambil langkah strategis dengan menaikkan gaji untuk Aparatur Sipil Negara (ASN). Kebijakan ini mencakup berbagai kalangan, mulai dari guru dan dosen hingga tenaga kesehatan dan institusi TNI/Polri, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan dan keadilan dalam sistem remunerasi ASN.
Satu tujuan utama dari kebijakan ini adalah memberikan insentif kepada ASN agar kinerja mereka lebih optimal. Menaikkan gaji diharapkan bisa meningkatkan motivasi dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih baik, sehingga pelayan publik dapat bekerja lebih efisien dan berdedikasi.
Sejarah mencatat bahwa kebijakan untuk menaikkan gaji ASN bukanlah hal baru. Di masa lalu, Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels juga menerapkan kebijakan serupa untuk memperbaiki kinerja aparatur pemerintah di Hindia Belanda, dengan harapan dapat mengatasi praktik korupsi yang meluas pada saat itu.
Sejarah Kenaikan Gaji ASN dan Dampaknya
Selama dua ratus tahun yang lalu, Daendels mengambil langkah berani dengan menaikkan gaji pejabat serta birokrat. Dia melakukannya dengan harapan untuk mengurangi tingkat korupsi yang telah menjalar di kalangan aparat pemerintah. Dengan memberikan gaji yang lebih layak, diharapkan perilaku buruk dapat diminimalisir.
Era VOC mencatat banyak kejadian korupsi akibat rendahnya gaji yang diterima oleh staf pemerintahan. Biaya hidup yang tinggi di Nusantara membuat banyak pejabat terpaksa mencari sumber penghasilan tambahan, termasuk melalui praktik korupsi. Ini menciptakan sebuah lingkaran setan yang merugikan negara.
Kebijakan menaikkan gaji memberikan pengaruh positif, sehingga para pejabat dapat menerima gaji hingga 100 ribu gulden per tahun. Dengan pendapatan yang lebih baik, diharapkan mereka bekerja untuk kepentingan masyarakat dan negara, bukan untuk keuntungan pribadi.
Kebijakan Kenaikan Gaji Ditemani Ancaman Hukuman Berat
Namun, kebijakan Daendels tidak hanya berfokus pada aspek positif. Ia juga menetapkan hukuman berat bagi setiap pejabat yang gagal menjalankan tugas dengan baik. Ancaman ini ditujukan untuk memastikan tidak ada ruang bagi aparat untuk berbuat lalai atau terlibat dalam praktik korupsi.
Dengan adanya ancaman hukuman mati, Daendels ingin menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menegakkan hukum. Dia ingin menggambarkan pesan bahwa tidak ada toleransi terhadap kesalahan dalam pelaksanaan tugas, terutama bagi mereka yang menerima gaji lebih tinggi.
Tujuan utama dari kebijakan ini adalah menciptakan sektor publik yang lebih efisien dan transparan. Di tengah tantangan yang dihadapi, pendekatan ini berusaha untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Kasus Kolonel Filz dan Pelajaran yang Dapat Diambil
Salah satu contoh nyata dari kebijakan tersebut adalah kasus Kolonel JPF Filz, yang menjabat sebagai perwira militer di Ambon. Meskipun digaji tinggi dan memimpin ribuan pasukan, ia justru menyerah tanpa perlawanan, merugikan negara dan mengakibatkan kerugian besar.
Keputusan Kolonel Filz untuk menyerah menimbulkan kemarahan dari Daendels, yang langsung memerintahkan penangkapan. Dalam proses hukum, alasan yang diajukan oleh Filz untuk membela diri tidak diterima, dan pihak militer memutuskan untuk menghukumnya dengan hukuman mati.
Kasus Filz menggambarkan bahwa meskipun ada kenaikan gaji, tidak semua aparat mampu memenuhi ekspektasi yang diberikan. Pelajaran dari situ ini menekankan perlunya integritas dan tanggung jawab dalam menjalankan amanah sebagai pegawai pemerintah.














