Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berkomitmen untuk memastikan tidak akan ada kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) pada tahun mendatang. Dalam upaya ini, mereka telah meminta data dari berbagai Badan Usaha (BU) swasta untuk pengaturan kuota BBM di tahun 2026.
Pengaturan ini diharapkan dapat memberikan kestabilan stok pada Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), terutama di tengah isu kekurangan yang terjadi akhir-akhir ini. Menurut Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, Laode Sulaeman, langkah ini bertujuan untuk mencegah terulangnya masalah yang sama di masa depan.
Dalam sebuah rapat kerja dengan Komisi XII DPR RI, Laode menegaskan pentingnya pengumpulan data ini untuk menetapkan kuota yang lebih baik. Harapannya, dengan pengaturan yang lebih matang, stok di SPBU dari perusahaan swasta seperti Shell dan BP AKR akan cukup hingga akhir tahun.
Pentingnya Pengaturan Kuota BBM untuk Masyarakat
Secara historis, SPBU swasta telah menghadapi tantangan serius terkait ketersediaan stok BBM. Beberapa perusahaan, seperti Shell Indonesia, telah mengkonfirmasi bahwa mereka mengalami kelangkaan stok sejak Agustus 2025. Faktanya, saat ini hanya ada lima dari 197 SPBU yang memiliki persediaan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
President Director Mobility Shell Indonesia, Ingrid Siburian, menyampaikan keprihatinannya terkait kondisi ini. Ia menyatakan bahwa seperti kini, hanya lima SPBU yang menjual bensin, dan kondisi ini berpotensi menyebabkan kesulitan bagi masyarakat yang bergantung pada suplay BBM tersebut.
Dari sisi lain, BP AKR melaporkan bahwa meskipun stok mereka sedikit lebih baik, mereka juga diperkirakan akan kehabisan BBM pada akhir bulan. Ini menunjukkan bahwa permasalahan kelangkaan ini tidak hanya terbatas pada satu perusahaan, melainkan merupakan isu yang lebih luas yang harus ditangani.
Isu Kelangkaan dan Dampaknya pada Konsumen
Kelangkaan BBM tentu berdampak pada banyak pihak, dan konsumen adalah yang paling merasakan efeknya. Banyak yang mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari karena terbatasnya akses terhadap BBM. Hal ini semakin diperparah dengan tingginya permintaan menjelang akhir tahun, di mana kegiatan masyarakat biasanya meningkat.
Perwakilan dari PT Vivo Energy Indonesia juga mengungkapkan bahwa hanya ada jenis RON 92 yang tersisa di SPBU mereka. Jenis BBM lainnya, yaitu RON 90 dan RON 95, sudah habis, menunjukkan betapa mendesaknya situasi yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan dalam menyediakan pasokan yang memadai.
Dalam konteks ini, respons dari pemerintah menjadi krusial. Keterlibatan Kementerian ESDM dalam mengatur dan memastikan pasokan BBM yang stabil tidak hanya berdampak pada perusahaan, melainkan juga memberikan perlindungan kepada konsumen dari kemungkinan kelangkaan yang lebih parah di masa depan.
Rencana Jangka Panjang untuk Keberlanjutan Energi
Menghadapi tantangan yang ada, pihak Kementerian ESDM berkomitmen untuk menerapkan rencana jangka panjang yang berfokus pada keberlanjutan energi. Tindakan ini diambil untuk memastikan bahwa pasokan BBM yang ada selalu dalam keadaan cukup dan bisa memberi manfaat kepada masyarakat luas. Dengan pengaturan kuota yang lebih baik, diharapkan tidak akan ada lagi masalah yang sama di masa mendatang.
Laode menyebutkan bahwa data yang mereka dapatkan dari berbagai badan usaha nanti akan menjadi acuan dalam penetapan kuota BBM 2026. Pendekatan ini diharapkan akan lebih proaktif dalam menangani isu-isu pasokan, yang telah menjadi masalah berulang dalam beberapa tahun terakhir.
Penting bagi pemerintah untuk terus memantau dan menyesuaikan kebijakan seiring dengan perkembangan kebutuhan masyarakat yang dinamis. Dengan demikian, mereka bisa mengambil tindakan cepat untuk memastikan bahwa pasokan BBM tetap terjaga dan tidak terpengaruh oleh fluktuasi pasar yang tidak terduga.














