Hidrogen hijau diyakini dapat menjadi salah satu solusi untuk membantu produk-produk Indonesia, seperti metal dan pupuk, untuk memasuki pasar Eropa. Ini menjadi penting setelah Uni Eropa (UE) memberlakukan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) yang menuntut semua barang impor memenuhi standar emisi karbon yang sama dengan produk lokal.
Mekanisme ini bertujuan untuk memastikan bahwa semua produk yang memasuki wilayah Eropa tidak berdampak buruk pada lingkungan. Dengan demikian, produksi yang menggunakan energi fosil secara signifikan akan dihadapkan pada tantangan yang lebih berat dalam mendapatkan izin masuk ke pasar Eropa.
Dalam konteks ini, Deendarlianto, Guru Besar Teknik Mesin Universitas Gadjah Mada, mengungkapkan bahwa produk seperti metal dan pupuk yang dihasilkan tanpa menggunakan energi fosil akan lebih mudah diterima. Namun, jika tetap menggunakan energi fosil, pajak karbon yang dikenakan akan sangat tinggi.
Peran Hidrogen Hijau dalam Transformasi Energi
Pemerintah UE berkomitmen untuk menciptakan ekosistem energi bersih yang lebih berkelanjutan. Oleh karena itu, Deendarlianto mendorong pengembangan hidrogen hijau sebagai alternatif yang layak untuk industri metal dan pupuk. Hal ini juga diharapkan menjadi katalisator bagi pertumbuhan industri hijau di Indonesia.
Peta jalan perkembangan hidrogen di Indonesia mencakup target ambisius. Di antaranya adalah mencapai kapasitas 328 megawatt (MW) pada tahun 2030, meningkat menjadi 9 gigawatt pada tahun 2050, dan 52 gigawatt pada tahun 2060. Hal ini menunjukkan keseriusan Indonesia dalam bertransisi menuju energi bersih.
Deendarlianto juga mencatat bahwa dengan memperhatikan tren pasar internasional saat ini, hidrogen hijau dapat menjadi solusi jangka panjang. Ia optimis bahwa dengan pengembangan yang tepat, Indonesia bisa menjadi salah satu pemain utama dalam pasar hidrogen hijau global.
Tantangan dan Hambatan dalam Pengembangan Hidrogen Hijau
Di sisi lain, Fabby Tumiwa dari Institute for Essential Services Reform (IESR) mengungkapkan bahwa tantangan pengembangan hidrogen hijau di Indonesia cukup besar. Salah satu faktor utama adalah biaya produksi yang masih terbilang mahal. Tanpa solusi atas isu ini, keberlanjutan proyek hidrogen hijau akan dipertanyakan.
Ia menjelaskan bahwa saat ini, produksi hidrogen hijau masih menyumbang sekitar satu persen dari total produksi hidrogen dunia. Hal ini menjadikannya sebagai solusi yang masih jauh dari harapan. Biaya yang tinggi menjadi penghalang utama yang harus diatasi untuk mempercepat pertumbuhan industri hidrogen hijau.
Biaya hidrogen hijau dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk harga listrik dari sumber energi terbarukan, kemajuan teknologi electrolyzer, dan permintaan pasar. Jika salah satu faktor ini terhambat, maka akan sangat berdampak pada pengembangan infrastruktur yang diperlukan.
Strategi untuk Meningkatkan Produksi Hidrogen Hijau di Indonesia
Meningkatkan infrastruktur dan fasilitas yang ada menjadi hal yang krusial dalam memajukan industri hidrogen hijau. Fabby menekankan pentingnya menciptakan sistem transportasi dan penyimpanan yang efisien agar produk yang dihasilkan bisa didistribusikan dengan baik. Tidak ada gunanya memproduksi hidrogen jika hasilnya tidak dapat diakses oleh konsumen.
Program yang mendukung pengembangan hidrogen hijau ini juga harus mendapatkan perhatian dari pemerintah dan sektor swasta. Kerjasama antara kedua belah pihak diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi investasi dan inovasi dalam teknologi energi baru.
Investasi dalam penelitian dan pengembangan juga sangat penting. Dengan teknologi yang lebih baik, biaya produksi hidrogen hijau diharapkan dapat ditekan, sehingga lebih kompetitif dibandingkan energi fosil. Upaya ini akan memberikan dampak positif bagi perekonomian dan lingkungan secara keseluruhan.
Peluang Pasar Eropa untuk Produk Hidrogen Hijau Indonesia
Pasar Eropa menawarkan peluang besar bagi produk hidrogen hijau dari Indonesia. Mengingat komitmen Eropa untuk mengurangi emisi karbon, produk-produk yang dihasilkan dari hidrogen hijau diyakini akan diterima dengan baik. Ini menjadi keuntungan bagi industri di Indonesia yang mampu beradaptasi dengan standar lingkungan yang lebih ketat.
Dengan pemenuhan standar emisi yang ditetapkan, Indonesia dapat menembus pasar yang lebih luas. Hal ini bukan hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga mendukung target keberlanjutan yang lebih tinggi. Indonesia bisa menjadi salah satu eksportir utama hidrogen hijau di masa depan.
Oleh karena itu, pengembangan hidrogen hijau tidak hanya menjadi pilihan, tetapi sebuah kebutuhan strategis bagi Indonesia. Dengan langkah yang tepat, potensi besar ini dapat dimanfaatkan untuk kebaikan bersama dan perlindungan lingkungan di masa depan.














