Dua tahun yang lalu, Israel melancarkan serangan besar-besaran terhadap warga Palestina, yang menggugah solidaritas banyak bangsa, termasuk Indonesia. Sejak saat itu, dukungan terhadap perjuangan rakyat Palestina semakin meningkat, mengingat sejarah panjang antara kedua bangsa.
Dalam perjalanan sejarah, hubungan antara Indonesia dan Palestina telah terjalin sejak lama, bahkan jauh sebelum konflik terakhir ini. Salah satu momen bersejarah adalah ketika seorang dermawan Palestina, Muhammad Ali Taher, berkontribusi signifikan bagi perjuangan Indonesia pada masa penjajahan.
Peristiwa ini terjadi di tahun 1948, ketika Indonesia menghadapi Agresi Militer Belanda II, dan situasi dalam negeri sangat memprihatinkan. Di tengah kesulitan itu, berbagai usaha dilakukan oleh masyarakat untuk mempertahankan kemerdekaan dan kehidupan mereka.
Pada titik itu, Yogyakarta diserang tanpa ampun, menyisakan ketidakpastian bagi para pemimpin dan warga. Dalam kondisi genting, banyak orang berjuang dengan cara unik, mulai dari penyelundupan hingga bergotong royong membantu melawan penjajahan Belanda.
Di luar negeri, para diplomat Indonesia berjuang keras mencari dukungan internasional untuk kemerdekaan bangsa. Di antara semua dukungan tersebut, bantuan dari Muhammad Ali Taher menjadi salah satu yang paling menyentuh hati.
Ali Taher, yang lahir di Nablus, Tepi Barat Palestina, pada 1896, dikenal sebagai pengusaha sukses dan memiliki beberapa perusahaan media di Mesir. Sebagai individu yang juga berasal dari wilayah yang terjajah, dia memiliki empati mendalam terhadap bangsa-bangsa yang berjuang untuk meraih kemerdekaan.
Dalam perjalanannya, Ali Taher sering kali menjamu tokoh-tokoh perjuangan Indonesia di kantornya. Salah satu hubungannya yang paling erat adalah dengan Mohamed Zen Hassan, seorang diplomat Indonesia dan Ketua Panitia Pusat Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia, yang berperan penting dalam pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh negara-negara Arab.
Pengakuan tersebut dimulai ketika Mesir menjadi negara pertama yang mengakui kemerdekaan Republik Indonesia pada 22 Maret 1946. Ali Taher memiliki peranan signifikan dalam proses ini, berkat dukungan dan lobi-lobi yang dilakukan oleh Hassan.
Kisah Dermawan dari Palestina yang Menggugah Indonesia
Dalam sebuah pertemuan antara Ali Taher dan Hassan di Mesir, terjadi momen yang sangat bersejarah. Ali Taher mengajak Hassan ke Bank Arabia dan tanpa diduga, dia menarik seluruh tabungan miliknya. Tindakan ini mengejutkan Hassan yang sebelumnya tidak mengetahui niat Ali Taher yang tulus itu.
Uang yang ditarik itu ternyata ditujukan untuk mendukung perjuangan Indonesia melawan penjajah. Ali Taher menyatakan kepada Hassan, “Terimalah semua kekayaan saya ini untuk memenangkan perjuangan Indonesia,” yang menunjukkan komitmennya terhadap kemerdekaan bangsa lain.
Meskipun tidak ada catatan pasti mengenai jumlah uang yang disumbangkan, kontribusi Ali Taher menjadi simbol solidaritas antara Palestina dan Indonesia. Hal ini memperkuat ikatan antara kedua bangsa yang sama-sama berjuang melawan penjajahan dan ketidakadilan.
Kisah Ali Taher menjadi salah satu faktor yang mendorong Indonesia untuk terus mendukung Palestina dalam perjuangan mereka hingga saat ini. Sejak awal kemerdekaannya, Indonesia dengan tegas menolak mengakui keberadaan negara Israel yang berdiri pada 14 Mei 1948.
Presiden Soekarno, sebagai pemimpin bangsa, secara konsisten berpihak pada Palestina sebab dia menilai tindakan Israel merampas tanah rakyat Palestina adalah bentuk penjajahan yang tidak bisa diterima. Sikap ini terus dijaga melalui berbagai forum internasional, termasuk dalam Konferensi Asia Afrika pada tahun 1955.
Komitmen Indonesia yang Tak Terputus untuk Palestina
Bukan hanya dalam konteks diplomasi, dukungan Indonesia untuk Palestina juga terlihat dalam berbagai kegiatan sosial dan kultural. Indonesia telah menjadi tempat bagi banyak kegiatan yang mendukung perjuangan Palestina, dengan partisipasi aktif masyarakat sipil. Kegiatan ini mencakup penggalangan dana, seminar, dan aksi protes.
Pada tahun 1966, dalam pidatonya pada peringatan kemerdekaan, Presiden Soekarno menekankan pentingnya dukungan terhadap Palestina. Dia berujar bahwa Indonesia adalah bangsa yang konsisten, bukan hanya dalam memperjuangkan kemerdekaannya sendiri, tetapi juga dalam mendukung perjuangan bangsa lainnya.
Pidato ini tidak hanya menegaskan sikap politik, tetapi juga mencerminkan solidaritas yang mendalam antara rakyat Indonesia dan Palestina. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun jarak geografis memisahkan, ikatan hati dan semangat perjuangan membuat kedua bangsa saling terhubung.
Reaksi dan respons masyarakat terhadap isu Palestina selalu mendapatkan perhatian. Berbagai organisasi non-pemerintah di Indonesia aktif menggalang dukungan, mengedukasi publik, dan menciptakan kesadaran akan realitas yang dihadapi bangsa Palestina. Hal ini menunjukkan bahwa solidaritas bukan hanya sekedar kata, melainkan sebuah tindakan nyata.
Sikap konsisten ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu pendukung utama Palestina di panggung internasional. Ruang-ruang diplomasi yang diisi dengan semangat persatuan dan kesetaraan menjadi simbol bahwa Indonesia berkomitmen untuk mendukung kemerdekaan Palestina.
Sejarah dan Solidaritas yang Selalu Hidup
Seiring berjalannya waktu, hubungan kuat ini tetap hidup. Indonesia terus berdiri teguh di samping Palestina, tidak hanya secara verbal, tetapi juga melalui tindakan konkret. Sejarah solidaritas ini mengajarkan bahwa setiap bangsa memiliki hak untuk merdeka dan memerangi ketidakadilan.
Dengan berbagai inisiatif, baik di tingkat pemerintah maupun masyarakat, Indonesia menunjukkan bahwa dukungannya tidak akan pudar. Rakyat selalu bersatu dalam semangat membela yang tertindas, dengan harapan untuk melihat Palestina bebas dari penjajahan.
Demikianlah, pertalian antara Indonesia dan Palestina merupakan kisah yang tak lekang oleh waktu. Sebuah narasi tentang bagaimana dua bangsa yang berbeda dapat saling mendukung dalam perjuangan yang sama untuk meraih kemerdekaan dan keadilan.














