Pada tanggal 9 Oktober 2025, penulis asal Hungaria, Laszlo Krasznahorkai, menerima kabar menggembirakan setelah dianugerahi Hadiah Nobel Sastra. Penghargaan ini menjadi bukti nyata dari kekuatan seni dalam karya-karya yang mengangkat tema apokalips, mengundang perhatian dunia terhadap penggalian pengalaman manusia di tengah ancaman ketidakpastian.
“Saya merasa bahagia, tenang, tetapi juga sangat gugup,” ungkap Krasznahorkai kepada media dari Frankfurt. Ini merupakan hari terpenting dalam hidupnya sebagai pemenang Hadiah Nobel, menandai perjalanan panjang dan penuh tantangan dalam dunia sastra.
Penghargaan uang sebesar 11 juta krona, setara dengan Rp19,36 miliar, akan diterima oleh Krasznahorkai dari tangan Raja Carl XVI Gustaf di Stockholm pada 10 Desember. Namun, prestasi ini bukan sekadar tentang angka, tetapi tentang pengakuan mendalam terhadap karya-karyanya yang berkontribusi pada dunia sastra.
Krasznahorkai dan Pengaruh Karyanya di Dunia Sastra
Laszlo Krasznahorkai, yang lahir dan dibesarkan di kota Gyula, Hungaria, adalah nama yang telah menyita perhatian para kritikus sastra di seluruh dunia. Melalui karya-karyanya, ia mengeksplorasi kerumitan eksistensi manusia dengan perspektif yang unik dan mendalam.
Novel pertamanya, “Satantango,” diterbitkan pada tahun 1985, menciptakan gelombang dalam komunitas sastra dengan gaya narasi yang berbeda. Karya ini dikenal sebagai sebuah sensasi sastra di Hungaria, memberikan sudut pandang baru tentang realitas hidup dalam konteks yang seolah tak terhindarkan.
Salah satu ciri khas dari Krasznahorkai adalah penggunaan sintaksis yang kompleks, dengan kalimat yang panjang dan berliku. Cara ini menciptakan aliran narasi yang membuat pembaca terjebak dalam setiap detail emosional yang disampaikan.
Inspirasi dan Latar Belakang Kehidupan Krasznahorkai
Sejak kecil, Krasznahorkai tumbuh dalam lingkungan yang sarat dengan pengalaman sosial dan politik, terlebih pemahaman kedalamannya sebagai seorang Yahudi yang hidup di bawah pemerintahan komunis. Pengalaman ini sangat memengaruhi sudut pandangnya dalam menulis, menyoroti ketidakadilan dan pencarian makna di tengah kekacauan.
Pindah ke Berlin Barat pada tahun 1987 untuk mengenyam pendidikan, Krasznahorkai menghabiskan waktu di luar negara asalnya dan mendapat inspirasi dari perjalanan yang dilakukannya ke berbagai negara, termasuk Tiongkok dan Jepang. Faktor-faktor inilah yang turut membentuk cara ia melihat dan mengekspresikan dunia dalam karyanya.
Pengalaman lintas budaya membuatnya mampu menjalin tema-tema universal, menjangkau lebih dari sekadar konteks lokal. Hal ini memberikan pembaca dari berbagai latar belakang kesempatan untuk menyelami karyanya dengan lebih dalam.
Penghargaan dan Pengakuan di Lingkungan Literasi
Bersamaan dengan penerimaan Hadiah Nobel, Perdana Menteri Hungaria, Viktor Orban, juga memberikan pujian kepada Krasznahorkai. Orban mengekspresikan rasa bangganya melalui media sosial, merujuk kepada Krasznahorkai sebagai kebanggaan negeri yang membawa nama baik Hungaria ke kancah internasional.
Akademi Swedia, dalam pengumumannya, menyebut Krasznahorkai sebagai “penulis epik hebat” yang merangkum tradisi sastra Eropa Tengah. Penyebutan ini menunjukkan betapa besar pengaruhnya di ranah sastra dan bagaimana ia menghidupkan kembali kekuatan seni melalui karya-karyanya yang provokatif.
Sejak ada kritik terkait komposisi penerima Nobel yang cenderung didominasi pria putih Barat, perubahan dalam pendekatan akademi menjadi lebih terlihat. Dengan mengagungkan suara-suaranya yang kuat dan beragam, Krasznahorkai menjadi simbol perubahan dalam pengakuan sastra global.














