Gempa bumi dengan kekuatan M8,7 mengguncang wilayah Kamchatka, Rusia, pada Rabu (20/7/2025). Fenomena alam ini memicu peringatan tsunami di berbagai tempat, termasuk Kepulauan Pasifik dan Jepang, yang menghasilkan respons cepat dari otoritas setempat.
Peringatan tsunami dikeluarkan untuk wilayah Kepulauan Mariana Utara, seperti Guam dan Saipan. Dalam situasi ini, masyarakat diimbau untuk menjauh dari pantai untuk menghindari gelombang tsunami yang berpotensi menghantam wilayah pesisir Jepang.
Kemungkinan gelombang setinggi satu meter di Hokkaido diperkirakan akan tiba sekitar pukul 10.00 waktu setempat. Ini membuat pemerintah Jepang segera menanggapi dengan tindakan evakuasi, menunjukkan kesiapan mereka menghadapi bencana alam.
Respons cepat ini tidak terlepas dari pengalaman Jepang di masa lalu. Negara ini telah belajar dari tragedi besar yang menghancurkan, terutama ketika Gempa Kanto terjadi pada tahun 1923, yang menewaskan ratusan ribu orang dan mengubah cara pandang masyarakat terhadap bencana alam.
Sebelum tragedi tersebut, masyarakat Jepang kurang memperhatikan ancaman gempa, yang dianggap sepele. Namun, peristiwa itu menjadi titik balik dan memicu upaya mitigasi bencana yang lebih serius.
Kesiapan Jepang Menghadapi Bencana Alam
Jepang terkenal berada di zona yang rawan gempa bumi akibat pergerakan lempeng tektonik. Sejarah mencatat gempa pertama kali di Jepang terjadi pada tahun 416 Masehi, tetapi kurangnya pengetahuan menyebabkan masyarakat tidak siap menghadapinya.
Dengan jumlah penduduk yang sedikit dan arsitektur yang kurang mendukung, dampak gempa sebelumnya dianggap remeh. Namun, semua itu berubah sejak tragedi Kanto saat ribuan bangunan ambruk dan kebakaran melanda kota.
Pentingnya kesiapan menghadapi bencana menjadi jelas setelah lebih dari 100 ribu orang kehilangan nyawa akibat tragedi tersebut. Kerugian material yang mencapai miliaran yen memicu krisis keuangan dan menyadarkan masyarakat akan pentingnya mitigasi bencana.
Setelah tragedi Kanto, Jepang melakukan banyak hal untuk meningkatkan kesiapsiagaan. Pendidikan kebencanaan dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah sebagai langkah preventif untuk mempersiapkan generasi mendatang.
Dengan metode pendidikan yang interaktif dan keterlibatan masyarakat, Jepang telah membangun budaya kesiapsiagaan bencana yang kuat. Sekolah-sekolah rutin mengadakan simulasi evakuasi untuk memastikan siswa tahu apa yang harus dilakukan ketika bencana terjadi.
Reformasi Struktural dan Kebijakan Mitigasi
Pemerintah Jepang juga memperkenalkan peraturan baru dalam pembangunan infrastruktur pasca-Gempa Kanto. Semua bangunan diperintahkan untuk memenuhi standar tahan gempa yang ketat demi keselamatan publik.
Jalur evakuasi diperjelas, dan alat pendeteksi gempa dipasang di seluruh wilayah rawan. Inisiatif ini bertujuan untuk mempercepat respons saat bencana dan meminimalkan kerugian akibat gempa di masa depan.
Melalui kerjasama antara pemerintah dan masyarakat, mereka terbentuk menjadi tim tanggap bencana. Ini juga memastikan bahwa prosedur evakuasi selalu terencana dan tidak terkesan mendadak.
Kebijakan publik terus beradaptasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, menjadikan Jepang sebagai salah satu negara terdepan dalam mitigasi bencana. Hal ini terlihat dari respons cepat mereka terhadap gempa baru-baru ini di Kamchatka.
Keberhasilan Jepang dalam menghadapi risiko bencana juga dilandasi oleh penelitian dan pengembangan teknologi terbaru. Hal ini menciptakan sistem yang lebih baik untuk mendeteksi dan merespon bencana dalam waktu sesingkat mungkin.
Pentingnya Belajar dari Masa Lalu
Meskipun teknologi semakin canggih, kenyataan bahwa bencana alam tidak dapat dihindari tetap ada. Sejarah telah mengajarkan Jepang bahwa pemahaman, kesiapan, dan pendidikan adalah kunci untuk mengurangi risiko.
Perubahan budaya ini membutuhkan waktu bertahun-tahun, di mana setiap generasi baru diajarkan untuk menghormati kekuatan alam. Cerita-cerita dari masa lalu seringkali menjadi pengingat penting akan fragilitas kehidupan.
Akibatnya, Jepang kini dikenang sebagai negara yang paling siap menghadapi bencana. Dengan ketahanan yang dibangun dari pengalaman pahit, mereka berhasil menciptakan masyarakat yang lebih tanggap terhadap potensi bencana alam.
Tindakan proaktif dan konsistensi yang ditunjukkan lambat laun mulai membuahkan hasil positif. Saat gempa mengguncang, warga sudah memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk menghadapinya.
Ketika Jepang beralih dari masa lalunya yang kelam menuju visi masa depan yang lebih cerah, proses perbaikan terus berjalan. Upaya berkelanjutan dalam mitigasi bencana akan menjamin keselamatan generasi mendatang.