Pemerintah Indonesia tengah mempertimbangkan untuk menghentikan program bantuan pangan beras bagi masyarakat miskin pada tahun 2026. Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR RI, menunjukkan perubahan signifikan dalam kebijakan sosial pemerintah.
Program bantuan ini telah menjadi andalan bagi banyak keluarga yang tergolong tidak mampu. Dengan penghapusan bantuan tersebut, pemerintah berencana untuk menggantinya dengan subsidi beras Stabilitas Pasokan Harga Pangan (SPHP) mulai tahun depan, sebagai solusi baru untuk menghadapi kebutuhan pangan.
Arief menekankan bahwa pemberhentian program bantuan pangan disebabkan oleh kendala anggaran. Dengan pagu anggaran Bapanas hanya sebesar Rp233,2 miliar di tahun 2026, pemerintah harus mencari alternatif lain untuk memastikan kebutuhan pangan masyarakat tetap terpenuhi.
Pergeseran Kebijakan Pangan di Indonesia dan Dampaknya
Program bantuan beras yang selama ini ada merupakan langkah strategis untuk mengurangi angka kemiskinan dan memastikan ketahanan pangan di masyarakat. Namun, keputusan untuk menghentikannya menandakan adanya pergeseran kebijakan yang perlu dianalisis lebih lanjut.
Pemerintah perlu memberikan perhatian lebih kepada lapisan masyarakat yang paling rentan. Jika bantuan tersebut dihentikan, dampak langsungnya akan dirasakan oleh jutaan keluarga yang bergantung pada program tersebut untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka sehari-hari.
Selain itu, sebagai langkah peralihan, penggunaan subsidi beras SPHP diharapkan dapat membantu masyarakat, tetapi efektivitasnya masih perlu dievaluasi. Pertanyaannya adalah sejauh mana subsidi ini dapat menjangkau masyarakat yang membutuhkan dan memastikan kestabilan harga pangan.
Usulan Tambahan Anggaran untuk Mendukung Program Pangan
Dalam konteks ini, Arief mengusulkan tambahan anggaran sebesar Rp22,53 triliun untuk Bapanas. Dari jumlah tersebut, Rp20,46 triliun diperuntukkan bagi penyaluran bantuan pangan beras, yang rencananya akan disalurkan kepada 18 juta penerima.
Anggaran tambahan ini menjadi sangat penting mengingat kebutuhan mendasar masyarakat tidak dapat diabaikan. Usulan ini juga menunjukkan upaya pemerintah untuk tetap berkomitmen dalam menyediakan dukungan bagi masyarakat berpenghasilan rendah di tengah tantangan anggaran yang ada.
Dari informasi yang ada, bantuan beras yang direncanakan sebanyak 10 kilogram per penerima akan disalurkan selama enam bulan, yang tentunya akan membantu meringankan beban ekonomi mereka. Hal ini diharapkan mampu memenuhi kebutuhan dasar para penerima bantuan dalam periode kritis.
Realitas Bantuan Pangan dan Tanggapan DPR RI
Pada rapat dengar pendapat tersebut, Arief melaporkan bahwa realisasi bantuan pangan yang telah dilakukan mencapai 361 ribu ton. Hal ini mencerminkan kemajuan dalam penyaluran, meskipun terdapat tantangan yang harus dihadapi ke depannya.
Anggaran yang digunakan untuk menyalurkan bantuan beras mencapai Rp4,91 triliun per 28 Agustus 2025. Hal ini menggambarkan betapa pentingnya program ini bagi masyarakat, sekaligus menunjukkan bahwa pemerintah berusaha keras untuk memenuhi kebutuhan pangan dengan anggaran yang terbatas.
Namun, Ketua Komisi IV DPR RI, Titiek Soeharto, menegaskan bahwa mereka masih mempertimbangkan usulan tambahan anggaran ini. Pada saat ini, belum ada keputusan resmi dari DPR RI terkait lampu hijau untuk tambahan anggaran, yang menjadi kunci keberhasilan pelaksanaan program bantuan pangan.
Sejarah Program Bantuan Pangan Beras di Era Presiden Jokowi
Bantuan pangan berupa beras 10 kilogram adalah salah satu program yang diluncurkan di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Program ini telah menjadi bagian dari strategi pemerintah untuk mengatasi kemiskinan dan mendukung ketahanan pangan nasional.
Sejak pertama kali disalurkan pada tahun 2023, bantuan beras terus berlanjut pada tahun-tahun berikutnya hingga 2025. Program ini tidak hanya memberikan bantuan pangan, tetapi juga membantu masyarakat dalam menghadapi lonjakan harga pangan yang sering terjadi.
Dengan adanya perubahan kebijakan ini, para ahli dan pengamat sangat berharap agar pemerintah dapat menemukan solusi yang lebih baik dan berkelanjutan untuk membantu masyarakat. Ketahanan pangan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga masyarakat luas.