Bob Azam, Wakil Presiden Direktur Toyota Motor Manufacturing Indonesia, berbicara tentang permintaan dan kritik terhadap campuran etanol 3,5 persen dalam bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia. Ia menegaskan bahwa seharusnya tidak ada perdebatan tentang hal ini, mengingat campuran etanol yang lebih tinggi seharusnya sudah menjadi standard di negara ini.
“Kita sudah memiliki kendaraan yang dirancang untuk bahan bakar dengan campuran lebih tinggi,” lanjut Bob, menyinggung mengenai mobil yang didesain untuk menggunakan E20. Ia merasa sangat aneh jika ribut mengenai E3, yang pada dasarnya merupakan versi yang lebih rendah dari apa yang sudah ada.
Bob percaya bahwa penggunaan lebih banyak etanol dalam BBM dapat memberikan manfaat ekonomi yang besar. Dengan meningkatkan penggunaan bahan bakar berbasis etanol, kita bisa mendukung petani lokal yang menanam tebu, jagung, dan sumber lainnya, yang semuanya berkontribusi pada perekonomian nasional.
Pentingnya Menerapkan Teknologi Bahan Bakar Terbarukan di Indonesia
Seiring berkembangnya teknologi, penting bagi industri otomotif untuk beradaptasi dengan cara penggunaan bahan bakar alternatif. Penggunaan BBM dengan konten etanol yang lebih tinggi sudah menjadi hal umum di banyak negara lain dan dapat menjadi peluang bagi industri dalam negeri.
Bob memberikan contoh negara-negara yang sudah berhasil menerapkan etanol dalam campuran bahan bakar mereka. Sebagai referensi, negara-negara di Eropa serta Thailand kini sudah banyak beralih dari E10 ke E20, menunjukkan kemajuan yang pesat dalam teknologi bahan bakar.
Di Amerika Serikat, beberapa negara bagian bahkan sudah mengadopsi E15 dan E85, memperlihatkan potensi yang sangat besar untuk pengembangan bahan bakar terbarukan. “Di Brazil, mereka sudah memanfaatkan E100, yang menunjukkan bahwa penerapan teknologi ini bukanlah hal yang sulit,” ujarnya.
Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Energi yang Berkelanjutan
Pemerintah Indonesia telah berencana menerapkan kewajiban menggunakan campuran etanol 10 persen dalam seluruh produk BBM. Hal ini dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pada impor minyak serta mendorong pemanfaatan sumber daya alam yang melimpah di dalam negeri.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia juga menekankan hal ini dalam diskusi dengan Presiden. Dengan memanfaatkan tanaman tebu sebagai bahan baku etanol, diharapkan bisa mencapai kemandirian energi yang lebih baik untuk Indonesia.
Upaya ini sangat penting, terutama mengingat 60 persen konsumsi BBM saat ini masih bergantung pada impor. Dengan memanfaatkan potensi lokal, diharapkan Indonesia dapat mengurangi ketergantungan yang ada.
Komitmen Terhadap Energi Bersih dan Lingkungan Hidup
Selain mengatasi masalah ketergantungan pada impor, penerapan campuran etanol ini juga akan mendukung komitmen Indonesia terhadap energi bersih. Hal ini inline dengan target Net Zero Emission (NZE) yang ditetapkan untuk tahun 2060.
“Kami ingin menciptakan bahan bakar yang lebih bersih dan ramah lingkungan. Dengan campuran etanol, kita dapat membantu mencapai tujuan tersebut,” jelas Bahlil.
Bahlil memprediksi bahwa penerapan campuran etanol 10 persen ini akan efektif dilaksanakan dalam waktu dua hingga tiga tahun ke depan, yaitu sekitar tahun 2027 atau 2028. Ini adalah langkah penting menuju masa depan yang lebih sustainable bagi Indonesia.














