Pemerintah Vietnam sedang menghadapi tantangan besar saat Topan Kajiki mendekati pesisir tengah negara ini. Badai yang dianggap sebagai yang terkuat tahun ini ini sudah memaksa pemerintah mengambil langkah cepat untuk mengamankan keselamatan warga dengan mengevakuasi ratusan ribu orang dan menutup berbagai lokasi strategis seperti bandara.
Topan Kajiki membawa angin kencang dengan kecepatan mencapai 166 km/jam dan ditargetkan akan semakin menguat sebelum mencapai daratan. Keputusan pemerintah untuk mengevakuasi warga tidak hanya berdasarkan angin kencang, tetapi juga potensi hujan lebat, banjir, dan tanah longsor yang mengancam.
Saat topan mendekat, lebih dari 325.500 orang di lima provinsi pesisir telah dipindahkan ke tempat penampungan yang telah disiapkan. Di Kota Vinh, sekitar 30.000 warga telah mendapatkan bantuan dari 16.000 personel militer untuk proses evakuasi yang lebih aman.
Le Manh Tung, seorang warga berusia 66 tahun yang kini berada di stadion olahraga, mengungkapkan kecemasan yang dialaminya. Ia menyatakan bahwa ia belum pernah melihat topan sebesar ini mendatangi kotanya, dan meski merasa takut, ia berusaha menerima kenyataan ini sebagai bagian dari fenomena alam.
Di Kota Vinh, beberapa ruas jalan sudah terendam air akibat hujan deras, dengan banyak toko dan restoran memilih untuk tutup sebagai langkah pencegahan. Banyak pemilik usaha berusaha melindungi properti mereka dengan menumpuk karung pasir di depan pintu masuk.
Kondisi yang Membangkitkan Kekhawatiran di Masyarakat
Pemerintah Vietnam telah menutup bandara di provinsi Thanh Hoa dan Quang Binh untuk memastikan keselamatan para penumpang. Maskapai penerbangan di Vietnam harus membatalkan banyak penerbangan yang dijadwalkan berangkat dan tiba di wilayah terdampak, menambah beban bagi masyarakat yang ingin segera pergi.
Langkah antisipasi yang diambil pemerintah tidak hanya terbatas pada penutupan bandara. Semua kapal penangkap ikan juga dipanggil kembali ke pelabuhan, melindungi mereka dari bahaya yang dapat ditimbulkan oleh badai ini. Upaya pemerintah menunjukkan keseriusan dalam mengurangi risiko terhadap keselamatan publik.
Topan Kajiki menjadi sorotan tidak hanya di Vietnam, tetapi juga di negara tetangga, termasuk Cina. Badai ini juga telah menghantam pesisir selatan Pulau Hainan, yang memaksa pemerintah setempat untuk menutup transportasi umum dan bisnis di Kota Sanya, menambah dampak sosial dan ekonomi dari kejadian ini.
Menurut para ilmuwan, perubahan iklim akibat aktivitas manusia sering kali menjadi pemicu munculnya cuaca ekstrem. Dengan intensitas dan frekuensi badai tropis yang semakin meningkat, risiko bencana di Asia Tenggara semakin menjadi kenyataan, dan Kajiki merupakan salah satu contoh terbaru yang menggambarkan bahaya tersebut.
Dampak Bencana yang Dirasakan oleh Masyarakat
Kementerian Pertanian Vietnam melaporkan bahwa lebih dari 100 orang tewas atau hilang akibat bencana alam sepanjang tujuh bulan pertama tahun 2025. Kerugian ekonomi akibat bencana tersebut diperkirakan mencapai angka yang mengejutkan, yakni sekitar 21 juta dolar AS.
Berbagai musibah yang terjadi sebelum Kajiki meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya bencana alam, dan pembuatan langkah-langkah mitigasi menjadi semakin penting. Hal ini termasuk peningkatan infrastruktur dan sistem peringatan dini untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan di masa depan.
Pendapat dari Nguyen Thi Nhan, seorang warga berusia 52 tahun yang juga terkena dampak, menyoroti kekhawatiran bahwa skala badai kali ini jauh lebih besar dibandingkan dengan yang pernah mereka alami. Masyarakat seperti mereka mungkin telah beradaptasi dengan bencana alam, tetapi bukan berarti mereka sepenuhnya siap menghadapi badai sebesar ini.
Kondisi ini memicu banyak pertanyaan mengenai efisiensi penanganan bencana di Vietnam, khususnya dalam hal komunikasi dan aksesibilitas informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat sebelum bencana melanda. Insiden ini menunjukkan pentingnya saling berbagi informasi yang jelas dan transparan agar masyarakat dapat mengambil tindakan yang tepat.
Kesadaran Akan Perubahan Iklim dan Persiapannya di Masa Depan
Dalam situasi kritis seperti ini, penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk saling bekerja sama dalam menghadapi ancaman perubahan iklim. Kesadaran akan perubahan iklim harus terus ditingkatkan, agar masyarakat dapat mempersiapkan diri lebih baik menghadapi kejadian ekstrem dan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan.
Pendidikan mengenai bencana alam dan dampak perubahan iklim harus menjadi bagian dari kurikulum sekolah, sehingga generasi mendatang dapat lebih siap dan memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang cara menghadapi bencana. Dengan cara ini, harapannya masyarakat dapat lebih tangguh dalam menghadapi tantangan yang ada.
Kerjasama internasional juga dapat menjadi salah satu jalan untuk mengatasi bencana yang semakin meningkat. Pemerintah negara-negara di kawasan Asia Tenggara perlu berkolaborasi dalam menghadapi masalah yang berkaitan dengan iklim dan bencana agar dapat memformulasikan strategi yang lebih efektif dalam memitigasi risiko yang ada.
Melihat berbagai dampak dan antisipasi yang dilakukan, Kajiki adalah pengingat akan kekuatan alam dan pentingnya persiapan manusia dalam menghadapi situasi yang penuh ketidakpastian. Hanya dengan niat dan tindakan nyata, kita bisa berharap untuk meminimalkan dampak bencana yang akan datang di masa depan.