Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sedang mempersiapkan regulasi baru untuk menghitung emisi karbon dari aktivitas pertambangan. Upaya ini diharapkan mendorong industri tambang beralih ke Energi Baru dan Terbarukan (EBT), sejalan dengan target Net Zero Emission (NZE) yang ditetapkan untuk tahun 2060.
Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara, Julian Ambassador, mengungkapkan bahwa penetapan regulasi ini bertujuan untuk membantu perusahaan tambang melakukan perhitungan emisi karbon yang dihasilkan. Ini akan memfasilitasi kompensasi yang diperlukan selama transisi ke sumber energi yang lebih berkelanjutan.
“Kami baru mulai menghitung emisi karbon yang dihasilkan oleh kegiatan pertambangan ini, dan ini penting untuk perhitungan kompensasi yang relevan bagi perusahaan,” ujarnya pada acara Sharing Session: The Future EV In Mining Industry.
Dasar Kebijakan dan Implementasi Emisi Karbon dalam Pertambangan
Regulasi yang sedang digodok ini menjadi langkah awal pemerintah untuk mengurangi jejak karbon dari sektor pertambangan. Sektor ini dikenal sebagai salah satu penyumbang utama emisi karbon, sehingga tindakan yang tepat sangat diperlukan.
Menurut Julian, perhitungan emisi akan membantu perusahaan memahami tanggung jawab lingkungan mereka. Dengan cara ini, perusahaan diharapkan dapat mengidentifikasi langkah-langkah mitigasi yang sesuai dan beradaptasi dengan ketentuan regulasi yang baru.
Melalui pengukuran yang akurat, diharapkan para pelaku industri dapat memperbaiki strategi mereka dalam mengelola emisi karbon yang timbul dari operasional. Hal ini akan menjadi salah satu kunci untuk mencapai target NZE yang telah ditetapkan.
Inisiatif Ramah Lingkungan dalam Sektor Energi dan Pertambangan
Pemerintah juga berupaya mempercepat pengembangan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB). Diawali dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2023 yang merupakan pembaruan dari Perpres sebelumnya.
Inisiatif ini mencakup pengembangan infrastruktur yang diperlukan untuk mendukung ekosistem kendaraan listrik di Indonesia. Infrastruktur SPKLU dan Sistem Penyimpanan Energi Baterai (BESS) menjadi prioritas dalam pembangunan ini.
Melalui peraturan baru tersebut, diharapkan ada kemudahan dalam pembangunan infrastruktur yang mendukung kendaraan listrik, terutama di daerah yang jauh dari pusat ekonomi. Hal ini juga membuka peluang untuk daerah tambang yang menjadi konsentrasi kegiatan pertambangan.
Pentingnya Investasi dalam Infrastruktur Energi Baru
Perhitungan biaya untuk membangun ekosistem EV saat ini menjadi fokus utama. Pemerintah tengah menghitung seberapa besar biaya yang diperlukan untuk membangun infrastruktur SPKLU dan produksi baterai kendaraan listrik.
Dengan hubungan erat antara investasi infrastruktur dan adopsi kendaraan listrik, terciptanya ekosistem yang solid sangat penting. Ini bertujuan untuk memastikan bahwa semua langkah yang diambil tidak hanya efisien, tetapi juga berkelanjutan.
Pembangunan infrastruktur yang memadai dapat mempercepat implementasi kendaraan listrik, dan pada gilirannya akan mendukung upaya pengurangan emisi karbon di sektor pertambangan. Ini menjadi perhatian di tengah meningkatnya kebutuhan akan energi yang bersih.