Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) baru-baru ini mengungkapkan bahwa fenomena kemarau basah kemungkinan akan terjadi lagi pada tahun 2026 mendatang. Kemarau basah tersebut berpotensi melanda Indonesia, dan dapat mempengaruhi pola cuaca di berbagai daerah.
Kemarau basah adalah kondisi di mana hujan masih turun dengan intensitas tertentu meski berada di musim kemarau. Hal ini menandakan adanya peningkatan curah hujan yang tidak lazim dalam periode tersebut, sehingga memicu perhatian lebih dari pihak terkait.
Menurut Guswanto, Deputi Bidang Meteorologi BMKG, fenomena ini dapat terulang jika transisi dari musim hujan ke kemarau tidak berlangsung dengan jelas. Ia juga menambahkan bahwa faktor lain, seperti Indeks Osilasi Dipole (IOD) negatif, dapat berperan dalam memicu kembali kondisi ini.
Prediksi Kemarau Basah dan Dampaknya pada Pola Cuaca
BMKG memperkirakan bahwa adanya kemungkinan La Nina lemah di akhir tahun 2025 akan berkontribusi pada kemarau basah. Fenomena La Nina ini diyakini akan memengaruhi curah hujan di banyak wilayah di Indonesia.
Guswanto menjelaskan bahwa dampak utama dari fenomena ini adalah peningkatan curah hujan. Hal ini berpotensi membuat musim hujan menjadi lebih panjang di beberapa daerah, terutama daerah yang selama ini dikenal dengan curah hujan yang normal.
Prediksi ini didasarkan pada model iklim global yang menunjukkan adanya potensi perubahan pola cuaca. Meskipun La Nina yang diperkirakan tidak akan berlangsung dengan intensitas ekstrem, tetap saja fenomena ini dapat memberikan dampak signifikan pada pola hujan.
Sejumlah wilayah diperkirakan akan merasakan peningkatan curah hujan, terutama selama musim hujan saat ini. Dengan demikian, penting bagi masyarakat dan pemerintah daerah untuk bersiap menghadapi kemungkinan ini.
Di sisi lain, La Nina dapat menyebabkan awal musim hujan yang lebih cepat di sekitar 42,1 persen wilayah Indonesia, termasuk daerah selatan dan timur, yang sering kali mengalami curah hujan cukup tinggi.
Durasi Musim Hujan yang Lebih Panjang dan Implikasinya
Puncak musim hujan di Indonesia diprediksi akan terjadi antara bulan November hingga Desember. Untuk wilayah bagian selatan dan timur, puncak ini diperkirakan akan berlangsung pada bulan Januari hingga Februari tahun 2026.
Durasi musim hujan yang lebih panjang diprediksi akan terus berlangsung hingga pertengahan tahun 2026. Hal ini menjadi perhatian serius, terutama di wilayah timur Indonesia yang umumnya mengalami curah hujan tinggi tersebut.
Selain itu, fenomena kemarau basah yang diprediksi akan memberikan curah hujan sepanjang tahun 2026 akan mengubah sistem pertanian di Indonesia. Petani diimbau untuk memanfaatkan musim hujan ini sebagai kesempatan untuk mempercepat masa tanam.
BMKG juga mencatat bahwa sebagian besar wilayah Indonesia berpotensi mengalami curah hujan tahunan lebih dari 2.500 mm. Ini termasuk wilayah-wilayah seperti Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua yang biasa terkena dampak dari fenomena cuaca ini.
Pada tahun ini, curah hujan yang tinggi di beberapa wilayah pada musim kemarau menunjukkan adanya tanda-tanda kemarau basah. Hal ini menandakan bahwa masyarakat perlu tetap waspada terhadap tingginya curah hujan saat musim kemarau berlangsung.
Rekomendasi dan Langkah Siaga Menghadapi Fenomena Cuaca
Menanggapi fenomena kemarau basah yang diprediksi terjadi, BMKG memberikan sejumlah rekomendasi. Pertama, pemanfaatan musim hujan yang lebih awal diharapkan dapat mempercepat masa tanam dalam sektor pertanian, memastikan ketersediaan bahan pangan yang cukup.
Kedua, pemerintah daerah dan masyarakat disarankan untuk tetap waspada terhadap potensi banjir dan longsor. Khususnya di daerah-daerah yang rawan terhadap kejadian tersebut, perhatian ekstra perlu diberikan.
Di sisi lain, otoritas pengelola air dan infrastruktur diharapkan dapat bersiap menghadapi kemungkinan hujan berkepanjangan. Ini penting untuk menghindari terjadinya kerusakan akibat genangan dan banjir.
Secara keseluruhan, laporan BMKG menunjukkan bahwa 185 zona musim mengalami sifat kemarau yang lebih basah. Oleh karena itu, pemahaman tentang perubahan pola cuaca ini menjadi sangat krusial.
Kemarau basah, dengan hujan yang turun secara berkala, adalah kondisi yang berbeda dari musim kemarau biasa yang identik dengan panas dan minimnya air. Dengan kondisi ini, masyarakat diharapkan dapat lebih siap menghadapi perubahan cuaca yang akan datang.














