Kru film yang mengangkat kisah perjuangan korban kebrutalan di Gaza baru-baru ini mengalami situasi yang tidak menyenangkan setelah pemutaran perdana karya mereka di Festival Film Venesia. Film ini, yang berjudul “The Voice of Hind Rajab,” menciptakan perhatian besar, namun juga mengundang reaksi negatif berupa intimidasi melalui email kepada tim kreatifnya.
Kaouther Ben Hania, sutradara film tersebut, menjelaskan bahwa mereka menerima ribuan pesan kebencian setelah tayangnya film ini. Meskipun mendapatkan tepuk tangan meriah selama 23 menit, reaksi yang mereka terima tidak terduga dan cukup mengkhawatirkan.
Ben Hania mengungkapkan bahwa banyak pesan ini ditujukan tidak hanya kepada dirinya, tetapi juga kepada produser film, termasuk tokoh-tokoh ternama dari Hollywood yang terlibat dalam proyek ini. Situasi tersebut mencerminkan bagaimana ketegangan politik sering kali mengintimidasi seniman dan pekerja film di seluruh dunia.
Menyoroti Isu Kemanusiaan melalui Sinema
“Pesan-pesan tersebut bersifat sangat mengintimidasi dan berulang kali masuk ke inbox kami,” kata Ben Hania kepada wartawan. Dia menekankan pentingnya film ini dalam menggambarkan realitas hidup yang dihadapi oleh masyarakat Palestina, terutama anak-anak yang tidak bersalah.
Film ini menceritakan tentang seorang gadis Palestina, Hind Rajab, yang kehilangan nyawanya dalam serangan yang dilakukan oleh militer Israel, bersama enam anggota keluarganya. Kisahnya menjadi simbol dari banyak tragedi serupa yang terjadi di wilayah tersebut setiap harinya.
Dalam film tersebut, Hind bersama keluarganya berusaha melarikan diri dari situasi berbahaya ketika kendaraan mereka terbakar dalam serangan udara. Cerita ini tidak hanya menyampaikan duka yang mendalam, tetapi juga menyerukan perhatian dunia terhadap nasib rakyat Palestina.
Dampak Film Terhadap Publik dan Protes Global
Kematian Hind Rajab memicu gelombang protes di seluruh dunia, terutama di kalangan mahasiswa di Universitas Columbia. Sebagai bentuk solidaritas, mereka mengganti nama Hamilton Hall dengan Hind’s Hall, menunjukkan bahwa cerita ini bukan sekadar statistik, tetapi sebuah tragedi yang menyentuh hati.
Sejumlah artis, seperti rapper Amerika Macklemore, juga berpartisipasi dengan merilis lagu protes yang berjudul “Hind’s Hall,” menambah suara dan dukungan bagi keadilan yang dicari oleh rakyat Palestina. Hal ini menunjukkan bahwa seni memiliki kekuatan untuk menciptakan kesadaran dan mengajak orang untuk berempati.
Ben Hania merasakan bahwa banyak orang yang berbagi perasaan marah dan putus asa setelah mendengar tentang kematian Hind. “Saya merasa terpanggil untuk membawa cerita ini ke layar lebar,” ujarnya. Kewajiban ini bukan hanya dorongan profesional, tetapi juga panggilan moral untuk menyuarakan ketidakadilan yang terjadi.
Persiapan untuk Festival Film Internasional dan Pengakuan Global
Film “The Voice of Hind Rajab” dijadwalkan rilis di Tunisia pada akhir bulan ini dan telah dipilih sebagai perwakilan negara itu di Academy Awards mendatang. Meskipun belum ada distributor di Amerika Serikat, antusiasme global terhadap film ini semakin meningkat.
Setelah pemutaran perdana di Venesia, film ini akan turut meramaikan festival-festival film penting lainnya, seperti Festival Film Internasional Toronto, London, San Sebastian, dan Busan. Setiap penayangan memberikan kesempatan lebih besar bagi film ini untuk meraih perhatian internasional dan, mungkin, penghargaan bergengsi.
Manfaat besar dari visibilitas ini sangat diharapkan oleh Ben Hania. “Saya ingin film ini dapat ditonton di mana pun di dunia, sehingga lebih banyak orang yang menyadari apa yang terjadi di Gaza,” tambahnya.
Dengan semua peristiwa yang mengelilingi pemutaran film ini, jelas bahwa “The Voice of Hind Rajab” bukan hanya sekadar tontonan. Ini adalah pernyataan berani terhadap sebuah konflik yang berkepanjangan dan pengingat akan kekuatan dari narasi humanis di dunia yang sering kali terfragmentasi oleh politik. Melalui lensa sinema, kita diajak untuk merenungkan nilai-nilai kemanusiaan yang mendasar.