Masalah penurunan muka tanah di Indonesia khususnya di Bandung menjadi sorotan terbaru oleh para peneliti. Peneliti dari Pusat Riset Kebencanaan Geologi Badan Riset dan Inovasi Nasional, Dwi Sarah, menegaskan bahwa fenomena ini hanya merupakan salah satu penyebab banjir yang terjadi di wilayah tersebut.
Dalam konteks ini, Gubernur Jawa Barat juga mencatat bahwa kondisi permukaan tanah di Bandung sudah dalam keadaan yang memprihatinkan. Hal ini menunjukkan bahwa masalah lingkungan perlu penanganan yang serius dan komprehensif.
Tidak hanya penurunan muka tanah yang berkontribusi terhadap banjir, namun terdapat berbagai faktor lain yang saling berinteraksi. Kondisi topografi, sistem drainase yang buruk, juga perubahan tata guna lahan turut mempengaruhi frekuensi dan intensitas banjir di daerah ini.
Berdasarkan keterangan dari Dwi Sarah, dampak dari penurunan muka tanah dapat memperburuk situasi. Ia menyatakan bahwa masalah ini tidak hanya perlu diwaspadai, tetapi juga harus hilirisasi dalam program penanganan bencana yang lebih luas.
Faktor Penyebab Banjir di Wilayah Bandung yang Perlu Diketahui
Selain penurunan muka tanah, banyak faktor lain yang menyebabkan banjir di Bandung. Salah satunya adalah sistem drainase yang tidak memadai dan tidak terawat. Sistem ini seharusnya mampu mengalirkan air hujan secara efisien, namun sering kali tersumbat oleh endapan.
Penggunaan lahan yang tidak terencana dengan baik juga menjadi salah satu masalah. Banyak lahan yang sebelumnya berfungsi sebagai tempat penampungan air kini beralih menjadi pemukiman yang padat. Hal ini menyebabkan berkurangnya kapasitas penampungan air alami.
Curah hujan tinggi juga berperan dalam meningkatkan risiko banjir. Kejadian cuaca ekstrem yang terjadi belakangan ini membuat intensitas hujan meningkat dan menyebabkan volume air di sungai-sungai meluap. Oleh karena itu, penting untuk memahami pola curah hujan guna merancang langkah mitigasi yang tepat.
Sejarah Geografis dan Perubahan Lingkungan Bandung
Wilayah Bandung sebenarnya merupakan cekungan yang dulunya adalah sebuah danau purba. Hal ini membuat dasar tanah di Bandung terbentuk dari endapan danau yang kaya akan lempung dan lanau. Tanah jenis ini memiliki permeabilitas yang sangat rendah, yang mempersulit proses penyerapan air.
Sebelum terjadinya urbanisasi, banyak rawa dan situ yang berfungsi sebagai tempat retensi air. Namun, alih fungsi lahan ini telah mengubah secara drastis kondisi lingkungan Bandung. Berbagai lahan yang sebelumnya menyerap air kini menjadi padat pemukiman.
Dengan bertambahnya populasi dan kebutuhan infrastruktur, lahan yang tadinya berfungsi sebagai penampung air semakin berkurang. Akibatnya, aliran air dari hujan tidak memiliki tempat untuk meresap, sehingga menyebabkan genangan yang meluas saat hujan deras tiba.
Dampak Penurunan Muka Tanah Terhadap Lingkungan dan Masyarakat
Penurunan muka tanah yang terjadi secara tidak merata dapat membentuk depresiasi atau cekungan di permukaan. Hal ini menimbulkan masalah baru, di mana aliran air tidak dapat mengalir dengan baik. Air terperangkap di cekungan, yang semakin memperparah situasi banjir.
Tak hanya itu, kondisi ini juga dapat menyebabkan kerusakan pada jalur drainase di kawasan yang terkena dampak. Sering kali, drainase yang sudah ada tidak mampu menjawab tantangan baru ini, sehingga banjir menjadi lebih sulit diatasi.
Di daerah sekitar, penurunan muka tanah juga berdampak pada kehidupan sehari-hari masyarakat. Banyak rumah yang menjadi terendam air, mengakibatkan kerugian materi dan risiko kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan solusi jangka panjang yang melibatkan seluruh komponen masyarakat.














