Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Muhammad Qodari memberikan peringatan penting bagi pejabat di seluruh tingkat, baik daerah maupun pusat mengenai penggunaan fasilitas pengawalan kendaraan, seperti sirene dan strobo. Dia menekankan bahwa seluruh fasilitas dan remunerasi yang diterima oleh pejabat seharusnya berasal dari kontribusi masyarakat.
Qodari juga menyatakan dukungannya terhadap gerakan yang menyerukan penolakan penggunaan sirene dan strobo, yang saat ini mulai dikenal sebagai “tot, tot, wuk, wuk”. Penolakan ini mendapat dukungan dari beberapa pejabat tinggi seperti Menteri Sekretaris Negara dan Panglima TNI, yang berkomitmen untuk mengubah cara mereka menggunakan fasilitas ini.
“Pak Mensesneg, Mas Pras, sudah menegaskan bahwa pejabat publik harus bijak menggunakan pengawalan dan mencontoh Presiden, yang selalu memberi penghormatan kepada pengguna jalan lainnya,” ungkap Qodari saat diwawancarai di Kantor Staf Presiden.
Dia juga mengisyaratkan bahwa Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto lebih memilih tidak menggunakan strobo karena merasa terhambat dan ingin memberikan contoh positif kepada publik. Melalui langkah-langkah ini, Qodari berharap semua pejabat dapat menunjukkan sikap yang lebih bijak dan peka terhadap masalah masyarakat.
Pentingnya Sikap Bijak dalam Penggunaan Fasilitas Negara
Kepala Staf Kepresidenan melanjutkan bahwa pejabat sebaiknya lebih mengedepankan sikap sederhana dalam menggunakan fasilitas yang disediakan negara. Dalam banyak kasus, penggunaan sirene dapat mengganggu masyarakat, dan pejabat harus sadar akan tanggung jawab sosial yang mereka emban.
Menurut Qodari, pejabat publik seharusnya mendengarkan serta memahami tantangan yang dihadapi masyarakat di sekitarnya. “Uang negara berasal dari pajak rakyat, dan kita tidak boleh melupakan hal tersebut,” tambahnya. Kesadaran ini diharapkan dapat membentuk citra positif dan kepercayaan masyarakat terhadap aparat pemerintahan.
Dalam konteks ini, masyarakat juga semakin kritis terhadap perilaku pejabat publik yang terkesan mewah. Ketidakpuasan warga terhadap gaya hidup glamor para pejabat sering kali menuai kritik, sehingga memberikan efek negatif bagi reputasi pemerintah.
Qodari menjelaskan bahwa sikap yang diambil oleh pejabat kini mesti lebih terbuka. Pejabat publik perlu menunjukkan bahwa mereka berkomitmen untuk memprioritaskan kepentingan rakyat dan bukan kepentingan pribadi. Langkah-langkah ini diharapkan dapat memperkuat relasi antara pemerintah dan masyarakat.
Reaksi Masyarakat dan Langkah Evaluasi Penggunaan Sirene
Gelombang penolakan terhadap penggunaan sirene dan strobo telah meluas di berbagai platform media sosial. Masyarakat menggunakan ruang ini untuk mengekspresikan ketidakpuasan mereka terhadap pengawalan yang dirasakan mengganggu. Merespons situasi ini, pihak berwenang pun memutuskan untuk menangguhkan penggunaan sirene di jalan raya selama periode tertentu.
Meski pengawalan terhadap sejumlah pejabat masih berlangsung, penggunaan sirene dan strobo tidak menjadi prioritas. Keputusan ini menunjukkan bahwa pemerintah mendengarkan aspirasi masyarakat dan bersedia beradaptasi dengan kebutuhan dan harapan publik.
Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) menjelaskan bahwa sirene hanya seharusnya digunakan dalam kondisi mendesak yang memang memerlukan perhatian prioritas. Dengan langkah evaluasi ini, aparat berwenang menunjukkan tanggung jawab mereka dalam menjaga ketertiban sosial.
Penyesuaian kebijakan ini diharapkan dapat meredakan ketegangan antara pejabat publik dan masyarakat. Penggunaan fasilitas negara harus berlandaskan pada prinsip transparansi dan akuntabilitas, di mana kesadaran akan dampak penggunaan fasilitas ini sangatlah penting.
Kesadaran dan Empati: Kunci Membangun Hubungan Baik dengan Publik
Qodari berpendapat bahwa pejabat publik harus memiliki empati terhadap rakyat dan memahami kesulitan yang dihadapi sehari-hari. Mereka harus berinteraksi dengan masyarakat secara langsung, mendengarkan keluhan, serta berupaya memberikan solusi atas permasalahan yang ada.
Penting bagi pejabat untuk mengadopsi gaya hidup yang lebih bersahaja, sehingga masyarakat merasa terhubung dan terwakili. Keterbukaan ini harus tercermin dalam sikap dan tindakan sehari-hari, bukan sekadar wacana.
Dengan menunjukkan empati, pejabat tidak hanya akan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat, tetapi juga menciptakan lingkungan yang lebih harmonis. Semangat untuk melayani masyarakat harus menjadi pitunjuk utama bagi perilaku pejabat di semua lapisan.
Sikap ini dapat memperkuat posisi pemerintah dalam menyelesaikan isu-isu yang mendesak, serta membangun rasa kesatuan di tengah keragaman masyarakat. Sebuah komitmen untuk berkontribusi positif dan mendengarkan aspirasi rakyat akan sangat menentukan keberhasilan pemerintahan ke depannya.














