Kesederhanaan menjadi sebuah nilai yang semakin jarang ditemui dalam dunia pemerintahan saat ini. Salah satu sosok yang menonjol dalam hal ini adalah Baharuddin Lopa, Jaksa Agung ke-17 Republik Indonesia, yang menjadi teladan dalam hidup sederhana dan kejujuran.
Dikenal luas karena integritasnya, Lopa menjalani kehidupan yang jauh dari kemewahan. Meskipun memiliki jabatan penting, Lopa membawa sikap yang menunjukkan kesederhanaan dan keadilan dalam setiap tindakan yang diambilnya.
Sikapnya yang rendah hati membuat banyak orang terkesan, bahkan atasannya, Menteri Kehakiman Ali Said, sudah mengungkapkan bahwa Lopa tergolong miskin meskipun hasil kerjanya sangat baik. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran kekayaan tidak selalu diukur dari materi, tetapi juga dari karakter dan tindakan.
Dedikasi dan Integritas Lopa dalam Karier Hukum
Lopa memulai kariernya sebagai jaksa pada tahun 1958 dan menunjukkan dedikasi tinggi terhadap tugasnya. Meski tidak memiliki mobil pribadi untuk waktu yang lama, ia tetap menekankan bahwa kendaraan dinas hanya digunakan untuk kepentingan pekerjaan.
Dengan prinsip yang teguh, ia melarang penggunaan mobil dinas untuk kepentingan pribadi, bahkan untuk sang istri. Lopa selalu berusaha sebaik mungkin untuk memisahkan kehidupan pribadi dari tanggung jawab jabatannya.
Kebiasaan menggunakan angkutan umum demi prinsip ini menunjukkan konsistensinya dalam menjalani hidup secara sederhana. Hal ini bukan hanya tentang cara berpindah tempat, tetapi juga mencerminkan komitmennya dalam mempertahankan moralitas di era yang kerap kali dilanda korupsi.
Perjuangan Lopa dalam Melawan Korupsi
Lopa dikenal sebagai sosok yang berani dalam memberantas korupsi di Indonesia. Keberhasilannya dalam menyelamatkan uang negara dari berbagai kasus korupsi di daerah menegaskan kepiawaiannya di bidang hukum. Keterampilannya ini mendorong pengangkatannya sebagai Jaksa Agung pada Juni 2001.
Di bawah kepemimpinan Lopa, banyak harapan baru muncul untuk pemberantasan korupsi. Ia berkomitmen untuk menyelidiki berbagai kasus yang melibatkan pengusaha dan pejabat tinggi negara, meskipun banyak pihak yang merasa terancam dengan langkah-langkahnya.
Sebagai Jaksa Agung, ia bekerja tanpa mengenal waktu, dan hal ini menunjukkan betapa besarnya dedikasi yang dimilikinya terhadap tugas mulia ini. Namun, di tengah keberaniannya, banyak orang yang mulai berupaya untuk menghambat jalannya, tanda betapa kuatnya pengaruh korupsi di saat itu.
Warisan Sosial dan Kepergian Prematur Lopa
Sayangnya, perjalanan karir Lopa terhenti dengan cepat setelah ia dilantik sebagai Jaksa Agung pada 2 Juli 2001. Dalam waktu singkat, ia jatuh sakit saat menghadiri serah terima jabatan Duta Besar RI dan tidak lama kemudian meninggal dunia. Hal ini memberikan dampak mendalam bagi banyak orang yang mengenalnya.
Meskipun ada berbagai spekulasi mengenai penyebab kematiannya, para dokter menyatakan bahwa Lopa meninggal karena serangan jantung yang dipicu oleh kelelahan. Kematian Lopa adalah kehilangan besar bagi bangsa ini, mengingat semua kerja kerasnya dalam memberantas korupsi.
Warisan yang ditinggalkannya lebih dari sekedar prestasi; dia mengajarkan kita tentang arti kesederhanaan, dedikasi, dan komitmen terhadap kebenaran. Di tengah berbagai godaan untuk menyimpang dari jalur yang benar, Lopa tetap kokoh, menjadi teladan bagi generasi mendatang.














