Jakarta, saat ini menjadi sorotan terkait pentingnya sektor pariwisata bagi perekonomian nasional. Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) menilai bahwa Undang-Undang Kepariwisataan yang baru disahkan oleh DPR belum cukup memberikan perhatian yang memadai terhadap industri ini.
Hal ini sangat disayangkan, mengingat sektor pariwisata adalah salah satu pilar penting dalam pertumbuhan ekonomi daerah. Dari transportasi, kuliner, hingga ekonomi kreatif, banyak pelaku UMKM terlibat dalam rantai pasok yang luas ini.
GIPI menekankan bahwa kontribusi pariwisata terhadap devisa negara dan penyerapan tenaga kerja sangat signifikan. Namun, kebijakan pemerintah saat ini belum mencerminkan keseriusan dalam menjadikan sektor ini sebagai penopang utama ekonomi nasional.
Kekhawatiran terhadap Prioritas Pariwisata dalam Kebijakan Pemerintah
Dalam konferensi yang dimoderatori secara hybrid, Ketua Umum DPP GIPI, Hariyadi B.S. Sukamdani, mengungkapkan bahwa pariwisata seharusnya menjadi prioritas pemerintah dan legislatif. Saat ini, masih banyak hambatan yang harus diselesaikan untuk mengembangkan sektor ini secara optimal.
Menurutnya, pariwisata berdampak langsung pada perekonomian lokal, dan seharusnya mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Sayangnya, banyak kebijakan yang kurang mendukung perkembangan industri ini.
GIPI juga menyoroti masalah lemahnya infrastruktur kelembagaan yang berkaitan dengan promosi pariwisata. Indonesia, yang merupakan bagian dari ASEAN, masih belum memiliki Tourism Board yang berfungsi secara independen dan berkelanjutan.
Kebutuhan Pembentukan Lembaga Promosi Pariwisata yang Kuat
Hariyadi menyebutkan bahwa negara-negara seperti Thailand dan Malaysia telah berhasil menarik lebih banyak wisatawan dengan dukungan Tourism Board yang kuat. Namun, usulan untuk pembentukan Indonesia Tourism Board diabaikan dalam Undang-Undang yang baru.
Keberadaan lembaga tersebut diharapkan dapat memperkuat branding pariwisata Indonesia di pasar global. GIPI percaya bahwa promosi yang terintegrasi antara berbagai kementerian dan daerah sangat penting untuk mencapai sasaran ini.
Lebih lanjut, penghapusan Bab XI mengenai GIPI dari Undang-Undang Kepariwisataan juga menunjukkan kemunduran dalam kolaborasi antara pelaku usaha dan pemerintah. Sebelumnya, GIPI berfungsi sebagai wadah koordinasi resmi, namun dengan dihapusnya ketentuan ini, komunikasi menjadi semakin sulit.
Pentingnya Dukungan Pendanaan untuk Sektor Pariwisata
GIPI mengamati bahwa skema pendanaan untuk sektor pariwisata sangat lemah. Pendapatan yang dikumpulkan pemerintah dari devisa dan pajak sering kali tidak dikembalikan untuk mendukung pengembangan industri secara proporsional.
Pemerintah, menurut Hariyadi, tidak seharusnya hanya menikmati pendapatan dari sektor pariwisata tanpa memberikan dukungan pengembangan. Oleh karena itu, GIPI mendorong pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) Pariwisata yang dapat mengelola pungutan dari wisatawan secara transparan.
Dengan pendekatan ini, pengelolaan pungutan wisatawan bisa lebih efektif dilakukan, mirip dengan mekanisme di beberapa negara ASEAN lainnya. Ini akan memastikan bahwa dana yang terkumpul digunakan untuk promosi dan pengembangan destinasi wisata.














