Industri komponen otomotif di Indonesia kini sedang menghadapi tantangan berat, terutama akibat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang meningkat. Kementerian Perindustrian mengingatkan beberapa Agen Pemegang Merek otomotif untuk tidak merumahkan karyawan di tengah kesulitan ekonomi saat ini.
Rachmat Basuki, Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Alat-alat Mobil dan Motor, mengungkapkan bahwa PHK di sektor ini sudah dimulai sejak pertengahan tahun 2024. Penurunan permintaan dan ketidakpastian di pasar otomotif membuat banyak perusahaan terpaksa mengambil langkah sulit ini.
Saat ini, anggota GIAMM mencakup sekitar 250 perusahaan yang beroperasi dalam skala kecil hingga semi padat karya. Rachmat menambahkan bahwa pengurangan karyawan ini bervariasi, dengan persentase antara 3 hingga 23 persen dari total tenaga kerja perusahaan.
Memahami Dampak PHK dalam Sektor Otomotif di Indonesia
Situasi pasar otomotif yang tidak menentu telah menjadi penyebab utama dari peningkatan PHK. Rachmat menjelaskan bahwa penurunan pasokan komponen ke produsen telah mencapai 28 persen. Hal ini berimbas langsung pada jumlah kendaraan yang terjual di pasar.
Berdasarkan data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia, penjualan kendaraan roda empat mengalami penurunan signifikan hingga 10,8 persen. Dari 508.041 unit pada tahun lalu, kini hanya terjual 453.278 unit dalam rentang waktu yang sama.
Penurunan juga tampak pada distribusi kendaraan roda dua, dengan penjualan mencapai 3.691.677 unit, berkurang dari 3.769.895 unit pada periode sama tahun lalu. Situasi ini tentunya memengaruhi banyak perusahaan yang bergantung pada permintaan pasar.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pasar Otomotif Nasional
Salah satu faktor yang menjadi sorotan adalah meningkatnya impor kendaraan truk untuk kebutuhan pertambangan. Meskipun pasar mobil listrik menunjukkan pertumbuhan, namun jenis kendaraan ini tidak memerlukan banyak komponen seperti mobil konvensional.
Rachmat menilai bahwa pengaruh faktor-faktor eksternal ini membuat total pasar otomotif tergerus lebih dari 38 persen. Hal ini menyebabkan banyak industri komponen otomotif terpaksa mengurangi tenaga kerja untuk bertahan hidup.
Ia juga mengingatkan bahwa perusahaan yang memiliki modal lebih kecil cenderung lebih rentan terhadap PHK dibandingkan dengan agen pemegang merek besar. Oleh karena itu, seruan untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah sangat penting di tengah kondisi ini.
Usulan Solusi untuk Mencegah PHK Massal
Rachmat mengungkapkan bahwa industri komponen otomotif berharap ada tindakan nyata dari pemerintah. Jika dukungan tidak segera diberikan, dikhawatirkan lebih banyak pekerja yang akan kehilangan pekerjaan mereka.
GIAMM mengusulkan agar pemerintah memberikan insentif bagi produk otomotif yang menggunakan banyak komponen lokal, agar daya saing produk dalam negeri meningkat. Insentif tersebut dianggap dapat membantu menaikkan pasar domestik dan pasokan komponen.
Usulan pemberian insentif yang pernah diterapkan selama pandemi COVID-19 dinilai efektif dan diharapkan dapat diterapkan kembali untuk memperbaiki kondisi pasar yang sedang terpuruk saat ini.
Rachmat menyatakan, “Jika order berkurang terus-menerus, perusahaan tidak punya pilihan lain selain mengurangi karyawan untuk bisa bertahan.” Hal ini menegaskan betapa mendesaknya situasi yang dihadapi oleh banyak perusahaan komponen.
Menteri Perindustrian sebelumnya meminta agar pabrikan otomotif besar seperti Toyota, Suzuki, dan Daihatsu tidak menaikkan harga jual kendaraan maupun melakukan PHK. Kebijakan ini diharapkan dapat menjaga daya beli masyarakat dan keberlangsungan lapangan kerja di sektor otomotif.
Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri Perindustrian, menyoroti pentingnya menjaga stabilitas ekonomi di tengah ketidakpastian saat ini. Ia menekankan bahwa daya beli masyarakat dan lapangan kerja harus dilindungi agar industri otomotif tetap dapat beroperasi secara berkelanjutan.














