Jumlah kasus kanker di Indonesia meningkat dengan pesat, dan jika langkah pencegahan serta deteksi dini tidak diperkuat, angka tersebut diprediksi melonjak hingga lebih dari 70 persen pada 2050. Sekitar 400 ribu kasus baru kanker terdeteksi setiap tahunnya, dengan angka kematian mencapai 240 ribu kasus, menunjukkan bahwa kanker menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat.
Tantangan utama yang dihadapi dalam penanganan kanker meliputi akses terhadap pengobatan yang memadai dan biaya yang cukup tinggi. Biaya pengobatan yang mahal menjadi faktor utama yang memperburuk situasi, sehingga banyak pasien terpaksa memilih untuk tidak mendapatkan terapi yang diperlukan.
Ariyanthi Baramuli Putri, Ketua Umum Cancer Information & Support Center (CISC), mengungkapkan bahwa sistem kesehatan nasional di Indonesia belum sepenuhnya menjamin hak pasien dalam mengakses terapi dan obat inovatif. Terapi target merupakan salah satu contohnya yang masih belum sepenuhnya terjangkau oleh masyarakat.
Perkembangan Pengobatan Kanker dan Tantangan Akses
Saat ini, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau BPJS Kesehatan hanya menanggung terapi target generasi pertama dan kedua untuk kanker paru dengan mutasi EGFR positif. Sementara itu, perkembangan pengobatan telah melangkah jauh ke terapi generasi ketiga yang memiliki efektivitas lebih baik.
Terapi generasi pertama dan kedua memiliki keterbatasan, terutama dalam penetrasi ke otak yang rendah. Hal ini membuat efektivitasnya dalam mencegah penyebaran kanker paru ke otak menjadi tidak optimal, padahal sekitar 40% pasien dengan mutasi EGFR berisiko mengalami metastasis ke otak.
JKN seharusnya bisa menjadi solusi untuk masalah ini, namun hingga saat ini, tidak semua jenis obat dan terapi kanker bisa ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Keberadaan JKN sangat diapresiasi, tetapi masih banyak hal yang harus diperbaiki untuk meningkatkan akses pengobatan bagi pasien.
Kondisi Pasien Kanker Paru di Indonesia
Mayoritas penderita kanker paru yang datang untuk berobat biasanya sudah berada di stadium 4, yang memerlukan penanganan intensif dan biaya tinggi. Situasi ini sangat menyulitkan pasien, apalagi jika pemeriksaan dan pengobatan awal terlambat dilakukan.
Pemerintah diharapkan dapat hadir dengan fasilitas kesehatan yang berkualitas dan sistem pembiayaan yang lebih baik. Hal ini penting mengingat biaya pengobatan kanker yang tinggi dapat mengakibatkan banyak pasien enggan untuk melanjutkan terapi yang diperlukan.
BPJS Kesehatan hanya menanggung beberapa jenis pengobatan kanker, tetapi tidak mencakup semua jenis terapi yang diperlukan, terutama untuk kanker stadium lanjut. Akibatnya, banyak pasien terpaksa menanggung sebagian biaya pengobatan sendiri.
Biaya Tinggi Pengobatan Kanker Paru yang Membebani Pasien
Biaya pengobatan kanker paru terbilang sangat tinggi dan bervariasi tergantung pada jenis dan stadium kanker. Beberapa pasien bahkan harus merogoh kocek ratusan juta untuk berbagai bentuk pengobatan.
Contoh nyata terlihat pada diri Patricia Susanna, seorang penyintas kanker paru yang harus mengeluarkan lebih dari Rp 100 juta per bulan hanya untuk pengobatan. Meskipun ada dukungan dari BPJS, biaya yang harus dibayarkan masih tergolong besar.
Hal serupa juga dialami oleh Rachmayunila, yang baru terdiagnosa kanker paru dan harus menjalani terapi target khusus yang biayanya mencapai puluhan juta per bulan, tanpa adanya dukungan dari BPJS untuk biaya tersebut.
Pengobatan kanker tidak hanya membutuhkan biaya yang tinggi, tetapi juga kesabaran dan kerja sama antara berbagai spesialis medis. Setiap rencana pengobatan biasanya dirancang secara penuh dan hati-hati untuk memastikan hasil yang optimal bagi pasien. Akses terhadap modal dan pengetahuan tentang pengobatan modern sangat krusial.
Selain itu, terapi target merupakan pendekatan yang semakin populer, di mana obat ditujukan secara spesifik ke sel kanker, membedakan antara sel kanker dan yang normal. Ini tepatnya yang membuat biaya pengobatan kanker menjadi sangat mahal, karena teknologi terkini dan terapi inovatif sering kali tidak tertanggung oleh sistem asuransi kesehatan yang ada.
Dalam konteks ini, sangat penting bagi pemerintah dan pemangku kepentingan lain untuk menyusun kebijakan yang lebih inklusif demi meningkatkan akses menuju pengobatan yang efektif, terjangkau, dan berkualitas bagi semua pasien kanker. Penanganan kanker harus menjadi prioritas agar dampaknya pada masyarakat bisa berkurang secara signifikan.