Kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Jepang pada 20 September 2025 baru-baru ini menunjukkan betapa pentingnya hubungan kedua negara. Kunjungan ini bertujuan untuk menguatkan peran Indonesia di panggung dunia serta mempromosikan inovasi dan kerja sama internasional, terutama di Paviliun Indonesia di Osaka Expo 2025.
Meski begitu, sejarah menunjukkan bahwa kunjungan presiden Indonesia ke Jepang bukan hal baru. Sejak masa Presiden Soekarno, hubungan erat antara Indonesia dan Jepang telah terjalin dengan baik, bahkan dalam konteks situasi yang menantang.
Di antara kisah-kisah menarik tentang hubungan tersebut, terdapat satu episode yang jarang diketahui publik; bagaimana para anggota yakuza, kelompok mafia Jepang, terlibat dalam pengawalan kunjungan resmi Soekarno ke Jepang.
Peristiwa Menarik di Balik Kunjungan Soekarno ke Jepang
Kunjungan Presiden Soekarno ke Jepang berlangsung dari 29 Januari hingga 11 Februari 1958. Ini adalah lawatan yang penuh makna setelah sebelumnya ia mengunjungi beberapa negara di Timur Tengah dan Thailand.
Selama berada di Jepang, Soekarno dijadwalkan untuk bertemu dengan tokoh-tokoh penting, termasuk Perdana Menteri Nobusuke Kishi dan Kaisar Hirohito. Agendanya tidak hanya terbatas pada pertemuan, tetapi juga mencakup kunjungan ke kota-kota besar seperti Osaka, Kobe, dan Hiroshima.
Namun, di balik semua agenda tersebut, tim pengawalan presiden menghadapi ancaman serius dari gerakan Permesta, yang saat itu sedang mengganggu ketidakstabilan dalam negeri. Ancaman ini membuat mereka harus beradaptasi untuk memastikan keselamatan Soekarno selama kunjungan tersebut.
Strategi Pengawalan yang Tidak Biasa
Ancaman terhadap Soekarno membuat tim pengamanan harus menyusun rencana yang cerdik. Menurut catatan sejarawan, Kolonel Sambas Atmadinata, salah satu anggota tim pengawal, menghubungi teman lamanya, Oguchi Masami, yang memberinya saran untuk menggunakan pengawal pribadi.
Melalui saran tersebut, Sambas berhasil berkomunikasi dengan Yoshio Kodama, salah satu tokoh terkemuka dari kelompok yakuza. Ia kemudian memerintahkan anak buahnya, Kusunoki Kodotai, untuk menggerakkan anggota yakuza dalam menjaga keselamatan Soekarno.
Dengan dukungan 20 anggota yakuza yang siap siaga, pengawalan terhadap Soekarno menjadi lebih ketat. Mereka dinamakan Polisi Ginza, yang bertugas melindungi proklamator selama kunjungannya di Jepang.
Situasi yang Mengancam selama Kunjungan
Selama kunjungan, meski tidak terjadi serangan langsung terhadap Presiden, situasi tetap tegang. Yang lebih menarik, pemimpin pemberontakan, Ventje Sumual, juga sedang berada di Jepang pada waktu yang sama, meskipun ia mendeklarasikan niatnya untuk mencari dukungan dan bukan untuk mengancam.
Ventje mengklarifikasi bahwa tujuannya hanya untuk memperkuat posisi daerah yang menentang pemerintah pusat. Ini menjadikan situasi semakin kompleks dan menambah beban pada tim pengamanan.
Meskipun begitu, pihak tim pengawal tetap siap siaga, bahkan selama momen-momen penting seperti pertemuan dengan Kaisar Hirohito. Ada pengawalan ketat dari kepolisian Jepang, dan banyak yang berspekulasi tentang apakah pengawal tersebut sebenarnya merupakan anggota yakuza atau bukan.
Pentingnya Keputusan untuk Mempercepat Kunjungan
Seiring berjalannya waktu, situasi keamanan tampak lebih terkendali berkat tambahan pasukan dari yakuza. Namun, tetap ada tekanan dari Jakarta untuk mempercepat kepulangan Soekarno. Ini diminta setelah ada informasi mendesak mengenai kondisi dalam negeri dan kehamilan Ibu Negara Fatmawati.
Keputusan untuk memperpendek kunjungan yang awalnya direncanakan selama 18 hari, akhirnya diubah menjadi hanya 13 hari. Ini menunjukkan betapa pentingnya respons cepat dalam situasi krisis.
Kisah ini menunjukkan betapa unik dan kompleksnya perjalanan sejarah hubungan antara Indonesia dan Jepang. Dari pengawalan oleh yakuza hingga keputusan penting dari pihak istana, semua elemen ini membentuk momen bersejarah bagi kedua negara.














