Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberikan peringatan kepada seluruh masyarakat untuk bersiap menghadapi puncak musim hujan yang diperkirakan berlangsung dari November 2025 hingga Februari 2026. Siklus musim ini berpotensi membawa cuaca ekstrem, yang dapat mengancam keselamatan dan infrastruktur di berbagai daerah.
Hingga akhir Oktober, 43,8 persen dari wilayah Indonesia atau sekitar 306 Zona Musim (ZOM) sudah beralih ke musim hujan. Perubahan ini mengakibatkan peningkatan signifikan dalam risiko cuaca ekstrem seperti hujan deras, angin kencang, dan kemungkinan munculnya siklon tropis dari selatan Indonesia.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menjelaskan bahwa hujan telah mulai menyebar dari Barat ke Timur Indonesia, dan intensitasnya diperkirakan akan terus meningkat selama beberapa pekan ke depan. Dia menegaskan pentingnya masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman cuaca ekstrem yang dapat terjadi, terutama di daerah-daerah yang rentan.
“Kami sudah memasuki periode transisi menuju puncak musim hujan. Oleh karena itu, masyarakat disarankan untuk lebih berhati-hati, khususnya di wilayah selatan yang mulai terpengaruh oleh sistem siklon tropis di Samudra Hindia,” ujar Dwikorita dalam konferensi pers di Jakarta.
Analisis Cuaca dan Potensi Bencana di Indonesia
Berdasarkan analisis yang dilakukan BMKG, curah hujan dapat mencapai angka sangat tinggi, di atas 150 milimeter per dasarian, di sejumlah wilayah seperti Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Hal ini dapat menyebabkan bencana alam seperti banjir dan tanah longsor jika masyarakat tidak siap menghadapinya.
Dalam beberapa hari terakhir, sejumlah daerah telah mengalami hujan lebat, seperti Kota Padang di Sulawesi Barat dengan curah hujan mencapai 152 milimeter dalam sehari. Kejadian ini menunjukkan betapa cepatnya perubahan cuaca dapat terjadi dalam waktu singkat.
BMKG juga melaporkan sebanyak 45 kejadian cuaca ekstrem selama periode antara 26 Oktober hingga 1 November 2025. Kejadian-kajadian ini sebagian besar disebabkan oleh hujan lebat yang disertai angin, dan mengakibatkan kerusakan infrastruktur di beberapa wilayah.
Meskipun hujan mulai meningkat, suhu maksimum harian di beberapa wilayah seperti Riau masih cukup tinggi, mencapai 37 derajat Celsius. Suhu yang tidak stabil ini menambah kompleksitas dalam memprediksi cuaca, mengingat potensi hujan ekstrem dapat tiba-tiba muncul.
Dinamika atmosfer saat ini sangat aktif, dengan pengaruh berbagai faktor seperti MJO dan gelombang Rossby. Hal ini memperkuat pembentukan awan hujan dan meningkatkan kemungkinan terjadinya cuaca buruk di banyak wilayah di Indonesia.
Ancaman Siklon Tropis dan Dampaknya di Wilayah Pesisir
Dwikorita juga memperingatkan akan adanya peningkatan potensi siklon tropis yang dapat membahayakan. Siklon ini berpotensi membawa hujan deras serta angin kencang ke wilayah pesisir selatan, khususnya di Jawa hingga Nusa Tenggara.
Fenomena ini perlu diwaspadai, karena dapat menyebabkan kerugian yang sangat besar. Masyarakat diminta untuk lebih sigap dan mematuhi setiap peringatan yang dikeluarkan oleh BMKG selama periode siklon tropis aktif ini, yang diprediksi akan terjadi pada bulan November.
Masyarakat di pesisir diharapkan untuk menyiapkan langkah mitigasi, termasuk memastikan infrastruktur seperti jembatan dan jalan dapat menghadapi potensi bencana. Keberadaan sistem tekanan rendah di sekitar Samudra Hindia juga perlu diperhatikan, karena dapat berkembang menjadi siklon tropis yang membahayakan.
Pemantauan suhu muka laut juga menunjukkan bahwa ada penurunan suhu di Samudra Pasifik. Hal ini dapat menjadi indikator perkembangan fenomena cuaca yang baru, namun dampaknya terhadap curah hujan di Indonesia diprediksi tidak akan terlalu signifikan.
Berdasarkan informasi tersebut, Dwikorita menyebut bahwa meskipun ada indikasi kelemahan dalam fenomena La Niña, curah hujan di Indonesia untuk November hingga Februari 2026 masih diperkirakan dalam kategori normal.
Langkah Mitigasi dan Kolaborasi untuk Mengurangi Risiko
BMKG, bersama BNPB dan instansi terkait, telah melaksanakan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) untuk mengurangi risiko bencana di beberapa daerah. Kegiatan ini dirancang untuk membantu mengendalikan curah hujan sehingga potensi banjir dapat diminimalisir.
Melalui OMC, di Jawa Tengah, dampak curah hujan berhasil ditekan hingga 43,26 persen. Sementara itu, di Jawa Barat, upaya pengurangan mencapai 31,54 persen.
Dari kegiatan ini, Dwikorita menegaskan pentingnya kolaborasi antar lembaga dalam menghadapi ancaman bencana hidrometeorologi. Hal ini adalah contoh nyata bagaimana sains dapat digunakan dalam mendukung kesiapsiagaan masyarakat.
Dia juga menghimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap perubahan cuaca mendadak yang dapat menimbulkan bahaya. Saat cuaca ekstrem terjadi, langkah-langkah pencegahan harus segera dilakukan, seperti menjauh dari area terbuka dan pohon-pohon besar.
Kesadaran akan kesehatan tubuh juga tidak kalah penting, terutama saat suhu cenderung tinggi. Masyarakat diimbau untuk menjaga asupan cairan dan memakai pelindung yang sesuai.














