Kelompok bersenjata di Nigeria kembali melakukan aksi penculikan massal yang menghebohkan. Pada Jumat, 21 November 2025, mereka menculik 215 anak dan 12 guru dari St Mary’s School, sebuah sekolah Katolik di wilayah Agwara. Insiden ini menjadi salah satu yang terbesar dalam beberapa tahun terakhir dan menimbulkan kepanikan di seluruh komunitas.
Penculikan ini tidak hanya sekadar tindakan kriminal, tetapi juga mencerminkan masalah keamanan yang terus memburuk di negara berpenduduk terbesar di Afrika. Banyak orang tua dan warga setempat yang masih mencari informasi mengenai anak-anak mereka yang hilang, dalam suasana ketidakpastian yang mendalam.
Daniel Atori, juru bicara Asosiasi Kristen Nigeria (CAN), menemui keluarga-keluarga yang terdampak dan berusaha memastikan keselamatan anak-anak yang diculik. Situasi itu telah menambah beban emosional yang berat bagi para orang tua yang kini merasa semakin tidak berdaya.
Aksi Penculikan yang Meningkat di Nigeria
Penculikan massal di Nigeria menjadi suatu hal yang kian sering terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Serangan-serangan ini tidak hanya menyasar anak-anak, tetapi juga hadir sebagai ancaman nyata bagi institusi pendidikan dan masyarakat luas. Warga setempat mengungkapkan bahwa mereka merasa tidak aman bahkan di wilayah yang dianggapnya damai.
Pihak kepolisian telah mengonfirmasi bahwa serangan tersebut terjadi sebelum fajar, yang membatasi waktu bagi pihak berwenang untuk bertindak. Dalam menghadapi situasi yang genting ini, personel keamanan dikerahkan ke lokasi kejadian untuk melakukan upaya penyelamatan.
Berdasarkan laporan, St Mary’s School mempunyai lebih dari 50 bangunan yang terhubung ke sekolah dasar di sekitarnya, menunjukkan bahwa kompleks ini memiliki banyak siswa yang berpotensi menjadi target. Keberadaan sekolah yang terhubung ini juga menunjukkan bahwa para penyerang memiliki rencana matang dalam melakukan aksi penculikan.
Kondisi Darurat dan Respons Pihak Berwenang
Dalam pernyataan resmi, pihak pemerintah mengakui bahwa mereka telah menerima peringatan intelijen mengenai ancaman yang meningkat di daerah tersebut. Sayangnya, sekolah tersebut dibuka tanpa izin resmi dari pemerintah negara bagian, yang membuat situasi semakin membahayakan bagi siswa dan staf.
Warga mengungkapkan kekhawatiran mereka terkait kurangnya petugas keamanan formal di sekolah-sekolah. Keuskupan Katolik Kontagora melaporkan bahwa seorang penjaga di sekolah tersebut mengalami luka parah akibat serangan tersebut. Kejadian ini menunjukkan pentingnya pengamanan di fasilitas pendidikan.
Presiden Bola Tinubu merespons dengan membatalkan rencana perjalanannya ke KTT G20 di Afrika Selatan. Keputusan ini diambil untuk memberikan perhatian penuh terhadap insiden penculikan, sementara Wakil Presiden Kashim Shettima ditugaskan untuk menggantikan posisi beliau dalam konferensi tersebut.
Penculikan Sebelumnya dan Hubungan dengan Situasi Keamanan
Serangan penculikan ini terjadi hanya beberapa hari setelah 25 siswi dari sekolah menengah lain diculik di Negara Bagian Kebbi. Insiden tersebut menambah daftar panjang penculikan massal yang menimpa siswa di Nigeria serta lainnya yang menembus batas keamanannya.
Menteri Pertahanan, Alhaji Bello Matawalle, berkomitmen untuk terlibat langsung dalam upaya penyelamatan siswi tersebut dan melakukan pencarian aktif. Rekam jejak Matawalle dalam menangani krisis semacam ini diharapkan dapat membawa hasil positif.
Sejak awal minggu ini, pihak kepolisian dan unit militer telah dikerahkan untuk mendukung pencarian para siswa yang hilang. Dengan berbagai kasus penculikan yang mencolok di Nigeria, masih ada harapan untuk menemukan para korban dengan selamat.
Implikasi Sosial dan Politik dari Penculikan Massal
Penculikan ini tidak hanya mempengaruhi individu dan keluarga yang terlibat, tetapi juga mengangkat isu-isu sosial dan politik yang lebih luas di Nigeria. Banyak pihak yang mengeluhkan kondisi keamanan yang semakin memburuk, netralisasi terhadap tindak kriminal, dan kurangnya respons dari pemerintah.
Beberapa minggu lalu, ancaman militer dari pemimpin sebuah negara besar terhadap situasi penculikan di Nigeria juga mencu_acu perhatian internasional. Namun, pemerintah Nigeria membantah klaim tersebut, menyatakan bahwa mayoritas korban serangan adalah dari kalangan Muslim, yang menggambarkan kompleksitas dari konflik yang ada.
Situasi ini menciptakan polarisasi di dalam masyarakat, dengan beberapa kelompok bersikukuh terhadap narasi tertentu. Sementara itu, banyak organisasi dan masyarakat sipil berjuang untuk mencari solusi bagi persatuan dalam menghadapi tantangan penculikan massal yang marak terjadi di tanah air.














