Nilai tukar rupiah kembali menunjukkan pergerakan yang signifikan di pasar valuta asing. Pada hari Jumat, rupiah berada di level Rp16.375 per dolar AS, mengalami penguatan yang cukup stabil meskipun banyak mata uang lainnya berada dalam tekanan.
Sementara itu, kurs referensi dari Bank Indonesia, yang dikenal dengan Jisdor, mencatatkan posisi rupiah di angka Rp16.391 per dolar AS. Hal ini menunjukkan adanya volatilitas yang lebih baik dibanding beberapa hari sebelumnya.
Di sisi lain, mata uang di kawasan Asia mayoritas mengalami penurunan. Yen Jepang, baht Thailand, dan yuan China tercatat mengalami pelemahan yang bervariasi, mencerminkan pengaruh kondisi pasar global terhadap mata uang regional.
Pengaruh Sentimen Pasar Terhadap Nilai Tukar
Pelemahan beberapa mata uang Asia mengindikasikan adanya ketidakpastian di pasar global. Misalnya, yen Jepang melemah 0,51 persen, sedangkan peso Filipina dan won Korea Selatan masing-masing melemah 0,13 persen dan 0,15 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sentimen pasar belum sepenuhnya stabil.
Analis menjelaskan bahwa penguatan rupiah dipengaruhi oleh sentimen yang lebih positif di pasar ekuitas domestik. Data ketenagakerjaan Amerika Serikat yang kurang menggembirakan menjadi salah satu faktor yang mendorong ekspektasi terhadap kebijakan moneter yang lebih longgar oleh bank sentral AS.
Dalam konteks ini, petunjuk dari data ekonomi AS menjadi sangat penting. Kinerja buruk di sektor pekerjaan dapat memicu tindakan pemangkasan suku bunga yang diharapkan oleh banyak investor, sehingga memberikan dampak positif bagi mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.
Komparasi dengan Mata Uang Global
Saat melihat pergerakan mata uang utama dunia, ada tren serupa dengan apa yang terjadi di Asia. Euro Eropa dan poundsterling Inggris masing-masing mengalami pelemahan sebesar 0,13 persen dan 0,27 persen. Ini menunjukkan bahwa kekuatan dolar AS bisa berdampak luas terhadap mata uang lainnya.
Selain itu, dolar Australia dan dolar Kanada juga menunjukkan kinerja negatif dengan masing-masing melemah 0,12 persen dan 0,05 persen. Penurunan ini terlacak dari adanya ketidakpastian dan volatilitas di pasar global yang memengaruhi kepercayaan investor.
Dengan latar belakang seperti ini, banyak analis mengingatkan agar investor tetap waspada. Penting untuk mengikuti berita ekonomi terbaru agar dapat melakukan keputusan yang tepat dalam bertransaksi mata uang.
Penilaian Pakar Ekonomi Terhadap Pergerakan Rupiah
Lukman Leong, seorang analis mata uang, berpendapat bahwa penguatan rupiah mencerminkan optimisme di kalangan investor. Menurutnya, sentimen risk on yang kuat di pasar ekuitas domestik adalah salah satu faktor pendorong utama. Investor cenderung mengambil posisi yang lebih berani dalam periodik seperti ini.
Dia juga menekankan bahwa respons investor terhadap data ekonomi yang lemah berasal dari AS menunjukkan adanya harapan untuk suku bunga yang lebih rendah di masa depan. Hal ini menciptakan peluang bagi mata uang Asia, termasuk rupiah, untuk rebound.
Melihat ke depan, banyak yang bertanya-tanya bagaimana perkembangan ekonomi AS akan memengaruhi kebijakan moneter. Jika data tetap lemah, ada kemungkinan besar bahwa bank sentral AS akan melanjutkan pemangkasan suku bunga, yang bisa menjadi sinyal positif bagi mata uang-mata uang berkembang.