Di tengah ketidakpastian, para pedagang hewan di Pasar Barito, Jakarta Selatan, masih berjuang untuk mempertahankan kegiatan mereka. Meskipun adanya rencana relokasi yang disampaikan oleh pemerintah, banyak dari mereka yang belum menerima informasi resmi dan merasa kebingungan dengan situasi yang ada.
Setiap harinya, kios-kios di pasar tersebut masih ramai oleh aktivitas perdagangan. Para pedagang menunjukkan kegigihan meski relokasi sudah dijadwalkan, dan mereka berharap ada kejelasan dari pemerintah mengenai langkah yang harus diambil selanjutnya.
Ketua Paguyuban Pedagang Barito, Karno, mengungkapkan bahwa tanpa surat resmi sebagai dasar untuk mengosongkan kios, mereka merasa tidak ada alasan untuk meninggalkan tempat yang telah menjadi sumber penghidupan selama bertahun-tahun. Situasi ini mendorong mereka untuk terus beroperasi dan berjualan seperti biasa.
Relokasi yang Menyimpan Problem di Dalamnya
Rencana relokasi pasar hewan ini berkaitan erat dengan proyek pembangunan Taman ASEAN. Namun, para pedagang justru menekankan bahwa masalah utama adalah ketidakpastian dan belum dibangunnya kios pengganti yang dijanjikan di kawasan Lenteng Agung.
Karno menambahkan bahwa jika pemerintah ingin mereka pindah, sangat penting untuk memastikan bahwa lokasi baru sudah siap digunakan. “Kami akan lebih mudah pindah jika kios baru sudah lengkap dengan fasilitas yang diperlukan,” ujarnya.
Hal ini menunjukkan sebuah paradoks dalam kebijakan publik, di mana pemerintah berupaya memperbaiki infrastruktur tanpa mempertimbangkan dampak langsung kepada masyarakat yang tergantung pada tempat usaha mereka. Pedagang merasa khawatir akan nasib mereka jika proses pemindahan tidak dikelola dengan baik.
Suara Pedagang yang Terabaikan
Di tengah kesibukan pasar, suara pedagang seolah terlupakan. Mereka mengungkapkan ketidakpuasan terhadap kurangnya komunikasi dari pihak pemerintah. Komitmen untuk membangun kios baru di lokasi pengganti merupakan hal yang sangat mereka harapkan.
Keberadaan pasar hewan di Barito bukan hanya sebagai pusat perdagangan, tetapi juga sebagai tempat interaksi sosial. Hilangnya pasar ini berpotensi mempengaruhi banyak aspek dalam kehidupan sehari-hari mereka. Karno mengungkapkan, “Kami ingin pemerintah mendengar suara kami.”
Para pedagang menegaskan bahwa meskipun mereka memahami perlu adanya perbaikan infrastruktur, proses tersebut harus mempertimbangkan kesejahteraan mereka sebagai warga yang selama ini berada di sana.
Ketidakpastian yang Menghantui
Setiap hari membawa rasa cemas bagi para pedagang. Kini, mereka tidak hanya berjuang untuk mempertahankan sumber penghidupan, tetapi juga menghadapi ketidakpastian tentang masa depan. Meski rencana relokasi sudah diumumkan, realitas di lapangan berbeda.
Dengan lebih dari 137 pedagang di pasar tersebut, ketakutan akan kehilangan tempat usaha menggantung di kepala setiap orang. “Jika kami diusir tanpa ada tempat baru yang siap, kami akan kehilangan segalanya,” ungkap salah satu pedagang yang enggan disebutkan namanya.
Dalam situasi seperti ini, dukungan dari pemerintah sangat dinantikan. Para pedagang berharap adanya transparansi dalam proses pemindahan sehingga semua pihak bisa mendapatkan informasi yang jelas dan memadai.