Dua perusahaan SPBU swasta, BP dan Vivo, mengambil langkah mengejutkan dengan membatalkan niatnya untuk membeli bahan bakar minyak (BBM) dari perusahaan milik negara. Keputusan ini diambil dengan pertimbangan bahwa BBM yang ditawarkan mengandung etanol dalam kadar yang terdeteksi melalui uji laboratorium.
Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa base fuel yang diimpor Pertamina mengandung etanol sebanyak 3,5 persen. Angka ini sedikit lebih rendah dibandingkan dengan produk BBM Pertamina lainnya, yaitu Pertamax Green, yang memiliki kadar etanol mencapai 5 persen.
“Vivo telah memutuskan untuk tidak melanjutkan kesepakatan setelah sebelumnya setuju untuk membeli 40 ribu barel base fuel,” ungkap Wakil Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, dalam sebuah pertemuan dengan Komisi XII DPR RI.
Meski perjanjian tersebut dibatalkan, muncul pertanyaan mengenai dampak dari penggunaan etanol dalam campuran BBM terhadap kinerja mesin kendaraan bermotor. Penggunaan etanol dalam campuran BBM murni dianggap dapat memberikan efek negatif, termasuk mengurangi efisiensi bahan bakar dan performa mesin.
Nilai energi yang lebih rendah dalam etanol dibandingkan bensin murni menjadi faktor utama yang memengaruhi performa kendaraan. Hal ini diakibatkan oleh perbedaan struktur molekul kedua bahan bakar, di mana bensin memiliki lebih banyak ikatan karbon yang meningkatkan nilai energi keseluruhan.
Pentingnya Kualitas Bahan Bakar dalam Kendaraan
Dalam dunia otomotif, kualitas bahan bakar menjadi salah satu aspek penting yang harus diperhatikan. Bahan bakar yang berkualitas buruk tidak hanya mempengaruhi efisiensi kendaraan tetapi juga dapat menyebabkan kerusakan pada mesin. Oleh karena itu, pemilihan bahan bakar memerlukan perhatian serius dari pengguna kendaraan.
Menggunakan campuran bahan bakar yang mengandung etanol memiliki risiko tertentu. Contohnya, campuran E10 yang terdiri dari 10 persen etanol berpotensi menurunkan nilai energi hingga 5 persen. Dalam jangka panjang, hal ini dapat sangat merugikan konsumen yang mengandalkan kendaraan untuk kegiatan sehari-hari.
Sebagai gambaran, etanol murni memiliki kemampuan pembakaran yang berbeda dibandingkan bensin. Saat konsentrasi etanol meningkat di atas 15-20 persen, dampak negatif terhadap mesin dan performa kendaraan dapat menjadi lebih nyata.
Beberapa kendaraan mungkin membutuhkan penyesuaian untuk menerima bahan bakar yang mengandung proporsi etanol tinggi. Tanpa penyesuaian yang tepat, mesin kendaraan dapat mengalami kerusakan serius, yang tentu akan menjadi beban tambahan bagi pemilik kendaraan.
Dampak Negatif Etanol pada Bahan Bakar
Penggunaan etanol dalam campuran BBM juga membawa beberapa masalah lain, salah satunya kemampuan etanol untuk menyerap air. Hal ini menjadi perhatian khusus dalam penggunaan bahan bakar campuran seperti E10 hingga E85. Kehadiran air dalam bahan bakar dapat menyebabkan efek korosi di dalam tangki penyimpanan.
Akumulasi air dalam tangki bahan bakar dapat memicu berbagai masalah, seperti penyumbatan filter dan penurunan kualitas bahan bakar. Masalah ini dapat menyebabkan kendaraan tidak berfungsi dengan baik serta meningkatkan frekuensi perawatan dan perbaikan.
Jelas bahwa penggunaan etanol dalam BBM perlu ditinggalkan jika tujuan utamanya adalah efisiensi dan performa kendaraan. Banyak pengendara yang tidak menyadari dampak dari etanol dan ini bisa menjadi tidak menguntungkan bagi mereka dalam jangka panjang.
Oleh karena itu, sebaiknya konsumen melakukan riset mendalam sebelum memilih jenis bahan bakar yang sesuai untuk kendaraan mereka. Pengetahuan yang cukup tentang komposisi bahan bakar dapat membantu mencegah masalah serius di masa yang akan datang.
Analisis Keputusan VIVO dan BP Terhadap Pembelian BBM
Pembatalan kesepakatan oleh Vivo dan BP menunjukkan bahwa industri energi sangat sensitif terhadap komposisi bahan bakar. Hal ini diperkuat oleh pernyataan dari Wakil Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga bahwa etanol dalam bahan bakar masih berada dalam ambang batas yang diperbolehkan oleh regulasi yang berlaku.
Meskipun demikian, reaksi dari SPBU swasta menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut memiliki standar yang ketat terkait kualitas bahan bakar yang mereka tawarkan kepada konsumen. Mereka lebih memilih untuk mengambil langkah hati-hati daripada mengambil risiko atas kualitas bahan bakar yang buruk.
Dalam konteks ini, BP-AKR pun bukan hanya satu-satunya yang membatalkan kesepakatan. Ini membuka kesempatan untuk evaluasi lebih lanjut terhadap proses dan komposisi produk BBM yang disuplai oleh Pertamina.
Bagi konsumen, hal ini memberikan sinyal akan pentingnya transparansi dalam informasi mengenai kandungan dan kualitas bahan bakar. Semakin terbuka perusahaan dalam menyampaikan informasi berkaitan dengan komposisi, semakin berani konsumen untuk membuat pilihan yang tepat.
Meski Vivo dan BP membatalkan rencana pembelian, tidak semua SPBU mengikuti jejak ini. Shell Indonesia justru masih dalam proses negosiasi dan berkoordinasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengenai rencana pembelian BBM dari Pertamina. Ini menunjukkan bahwa kondisi pasar energi masih sangat dinamis.














