Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini tiba di New York, Amerika Serikat, pada 20 September 2023. Kunjungan ini merupakan bagian dari keikutsertaannya di Sidang ke-80 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), mempertajam hubungan diplomatik antara Indonesia dan negara-negara di dunia.
Kunjungan pemimpin Indonesia ke AS selalu menyimpan kisah-kisah menarik yang menjadi bagian dari sejarah diplomasi. Salah satu momen paling berkesan terjadi pada era Presiden Soekarno, saat sambutan hangat dari masyarakat AS menjadi sorotan dunia internasional.
Pada kunjungan tersebut, Soekarno tidak hanya mendapatkan sambutan dari pejabat tinggi, tetapi juga dari ribuan masyarakat biasa. Hal ini mencerminkan seberapa besar perhatian negara lain terhadap Indonesia dan pemimpinnya saat itu, serta tantangan yang dihadapi selama proses diplomasi.
Kunjungan Bersejarah Soekarno ke Amerika Serikat pada 1956
Pada 17 Mei 1956, Soekarno menginjakkan kaki di Amerika Serikat dalam kunjungan perdananya yang penuh makna. Tujuan dari kunjungan ini adalah untuk mempererat hubungan bilateral antara Indonesia dan AS, di mana berbagai agenda penting telah disiapkan, termasuk pertemuan di Gedung Putih dan pidato di hadapan Senat.
Kunjungan selama 14 hari ini memberikan banyak kenangan bagi Soekarno, yang memperlihatkan bagaimana antusiasme warga AS menyambut kedatangannya. Dalam autobiografi yang ditulisnya, ia menegaskan betapa hangatnya sambutan itu, yang menjadi bagian dari perjalanan politik dan diplomasi Indonesia.
Setiba di Bandara Washington, Soekarno disambut langsung oleh Presiden Dwight D. Eisenhower dan sejumlah pejabat tinggi lainnya. Acara sambutan tersebut diwarnai dengan 21 kali tembakan meriam dan lagu kebangsaan “Indonesia Raya” menggema di seluruh bandara, menunjukkan betapa pentingnya momen ini bagi kedua negara.
Keriuhan di Jalanan Washington DC
Dari bandara, Soekarno menuju mobil kenegaraan yang melintas di jalanan Washington DC. Sambutan luar biasa dirasakan di sepanjang jalan, di mana puluhan ribu warga AS berbaris, menunjukkan dukungan mereka terhadap pemimpin Indonesia.
Bendera Indonesia berkibar di tiang-tiang lampu, sementara banyak warga mengibarkan bendera kecil Indonesia. Keseruan semakin mencuat saat mereka bersorak-sorai dan bertepuk tangan, menciptakan suasana yang hampir merayakan kedatangan sang proklamator.
“Di tengah jalan, terdapat gambar besar bendera Indonesia dan AS yang dihiasi wajah Soekarno,” tulis sebuah laporan mengungkapkan betapa meriahnya suasana saat itu. Masyarakat yang hadir seakan ingin menunjukkan rasa pengakuan dan hormat mereka kepada sosok yang dianggap pejuang kemerdekaan.
Penerimaan Luar Biasa dan Makna Kunjungan
Soekarno juga tidak segan untuk turun dari mobilnya dan berinteraksi langsung dengan masyarakat. Dalam momen tersebut, ia menerima kunci emas dari wakil wali kota Distrik Columbia, sebagai tanda penghormatan dan sambutan selamat datang yang istimewa.
Sambutan hangat ini menunjukkan pengaruh Soekarno sebagai pemimpin yang dicintai. Seorang wartawan yang turut serta dalam rombongan mencatat bahwa sambutannya di AS bahkan melampaui jamuan yang sering diberikan kepada kepala negara lain.
Media internasional, termasuk The New York Times, memberi perhatian besar terhadap kunjungan Soekarno. Popularitas yang telah terbangun sejak jauh hari membuatnya menjadi sosok simbolik anti-kolonialisme, terutama setelah sukses menggelar Konferensi Asia Afrika di Bandung.
Pidato Strategis Soekarno di Depan Senat AS
Kendati mendapatkan sambutan meriah, Soekarno tetap fokus pada tujuan politiknya. Dalam pidatonya di Senat AS, ia tidak hanya mengungkapkan terima kasih atas sambutan, tetapi juga mengkritik AS dengan menyerukan dukungan untuk negara-negara Asia dan Afrika yang masih terjajah.
Secara khusus, ia menekankan pentingnya dukungan AS dalam memperjuangkan hak kedaulatan Indonesia atas Irian Barat. “Kasus Irian Barat merupakan kanker kolonial dalam tubuh tanah air kami,” ungkapnya dengan tegas, memenangkan perhatian banyak pihak.
Pesan tersebut menggambarkan betapa diplomasi saat itu bukan hanya tentang hubungan baik, tetapi juga melibatkan penegakan keadilan dan kedaulatan bagi bangsa yang baru merdeka. Hal ini memperkuat posisi Indonesia di mata dunia internasional sebagai negara yang berjuang melawan kolonialisme.
Kunjungan Kedua dan Perubahan Hubungan RI-AS
Meski kunjungan pertamanya berjalan sukses, hal yang sama tidak terjadi pada kunjungan kedua Soekarno pada 1960. Pada saat itu, situasi politik mulai berubah, dan hubungan Indonesia dengan AS menjadi semakin dingin.
Saat kunjungan ini, Soekarno tidak lagi disambut dengan hangat oleh pemimpin AS, bahkan ia tidak bertemu langsung dengan Eisenhower di bandara. Kekecewaan ini menunjukkan bagaimana dinamika politik internasional bisa mempengaruhi hubungan antarnegara.
Soekarno yang dikenal tegas pun merasa marah. Kunjungan tersebut menjadi cerminan pergolakan dalam hubungan diplomatik Indonesia dan Amerika Serikat, yang mencerminkan berbagai tantangan yang harus dihadapi oleh negara-negara baru merdeka.














